Langsung ke konten utama

Wina Risman | Mertua..

Mertua..

Hampir 50% masalah parenting yang masuk ke inbox kami berkaitan dengan mertua. Hal ini membuat saya berfikir dan kemudian menelaah kembali diri sendiri.

Walau mungkin masih lama, (jika Allah bekenan panjangkan umur saya, Amin) kelak saya akan menjadi mertua seperti apa?

Walau kita mungkin punya bayangan, nanti kita akan menjadi seperti ini dan itu, yang tidak akan begini dan begitu. Hal ini, biasanya tumbuh dari rasa ketidak puasan kita terhadap mertua. Walau tidak dipungkiri, ada juga segelintir orang yang super beruntung dan akur ayem sama mertuanya.

Percayalah, sebaik apapun kita menyiapkan diri, namanya manusia, zaman yang sudah berubah, pasti 'terbaiknya' kita juga akan ada kritikan dan sarannya.

Menjadi mertua dimulai dengan menjadi orang tua. Tipe orang tua yang seperti apakah kita? Yang sabar? Yang tahan melihat sesuatu terjadi diluar keinginan? Mampu bertahan dengan kekurangan dan kesalahan?. Karena, semua hal itu adalah bibit untuk menjadi mertua idaman.

Alhamdulillah saya mempunyai mertua yang baik. Namun, saya sekarang lebih memperhatikan, sedang mengalami, menjalani dan melihat sendiri, bagaimana sikap orang tua saya menjadi mertua pada menantunya, dan semua yang mereka lakukan menjadi pelajaran yang luar biasa dalam hidup saya.

Namun, mertua pertama yang saya kenal, sebelum menjadikan kedua orang tua saya mertua, adalah almarhum nenek saya, dan dalam diam, saya mempelajari dan sangat mengaguminya. Semoga Allah melapangkan kuburnya.

Nenek sangat ikut campur menentukan jenis menantu yang kelak akan mendampingi buah hati-buah hatinya. Dari ibu saya, saya mengetahui bahwa jika seseorang sudah disetujui untuk menjadi calon menantu pada nenek, beliau akan panggil orang tersebut dan mengajaknya bicara baik-baik, empat mata. Dalam pembicaraan itu, nenek akan jelaskan bagaimana budaya keluarga kami, apa saja yang diharapkan dari menantu, dan tentu saja kelebihan dan kekurangan anaknya, yang kelak akan menjadi pendamping orang tersebut, seumur hidupnya .
Sehingga, sedikit banyaknya, calon anggota baru yang akan menjadi bagian dari keluarga ini, sudah mendapatkan cukup informasi tentang bagaimana keluarga kami 'beroperasi' dan kelak apa yang diharapkan dari mereka nanti, ketika mereka bergabung menjadi anggota keluarga kami.

Tentu saja, mengetahui lebih baik dari tidak tahu. Setidaknya, orang tersebut, masih punya waktu berfikir untuk melanjutkan atau tidak dan atau mempersiapkan diri untuk masuk ke keluarga besar kami. Dibandingkan dengan orang yang masuk tanpa ba bi bu, dan hanya perkenalan sebentar, persiapan pernikahan, dan kemudian terkaget-kaget dengan segala sesuatunya kemudian, lalu timbullah rasa penyesalan, kecewa atau frustasi. Terlambat.

Tentu saja, semua hal yang berkaitan dengan nenek, bisa jauh lebih baik dijabarkan oleh ibu dan para tante dan om saya. Tapi biarlah, sebelum mereka sempat menuliskan, ini adalah sedikit sudut pandang saya tentang nenek saya sebagai mertua.

Nenek saya punya anak enam. Saya mulai mengamati beliau sebagai mertua, sejak saya SMP, tentunya mertua kepada ayah saya, karena ibu saya anak pertama. Lalu perlahan-lahan, semakin saya membesar, saya terus mengamati beliau dibarengi dengan bertambahnya menantu-menantunya.

Setahu dan seingat saya, nenek saya tidak pernah terlalu ikut campur urusan perkawinan anaknya. Jika ia sudah menyetujui pasangan anaknya, ia memberikan mereka 'ruang' untuk berkembang dan saling mempelajari pasangannya tanpa banyak intervensi. Nenek saya hanya memberikan nasehat, dan mengintervensi jika dianggap perlu. Adapun jika anaknya mengadu tentang pasangannya, nenek saya akan mencoba menyabarkan anaknya, dan jika dilihat perlu, maka ia akan dengan bijaksana memanggil menantunya, dan bicara baik-baik.. empat mata.

Hingga diujung hayatnya, saya melihat nenek saya adalah orang tua yang disayang oleh anak dan menantu, dicintai oleh cucu-cucu. Tidak banyak ngomel dan ngatur, yang ada membelai dan menasehati. Baik pada kami cucunya, maupun pada anak dan menantu.

Buat saya, itu gambaran yang sangat baik tentang bagaimana seharusnya seseorang menjadi mertua. Tentunya, selain dari yang orang tua saya yang hingga hari ini terus menjadi tauladan tiada henti tentang bagaimana menjadi 'orang tua kedua' pasangan saya.

Masha Allah Tabarakallah...

Jadi, bagi yang bermasalah dengan mertua, bersabarlah. Mengharapkan mereka berubah, hampir tidak mungkin, kecuali Allah mengirimkan mukjizatnya.

Lalu apa yang bisa kita lakukan?

Kita bisa menerima, karena mau tidak mau, mertua adalah satu paket dengan pasangan kita. Paket yang tidak bisa dipisah-pisah. Sembari kita yang MERUBAH diri sendiri dalam menghadapi mereka. Teruskan berdoa, doakan yang baik untuk mereka, bukan sebaliknya. 😊
Bukankah jika doa kita diijabah, yang kecipratan kegembiraan juga kita sendiri?

Selain dari itu, waktu berlalu sangat cepat. Tanpa disadari, si bayi sudah masuk SD tahun ini, si kakak sudah selesai SMP dan abang memilih kampus dan jurusan yang akan ia minati. Sebentar lagi.. kita harus bersiap jadi calon mertua...

Sudah punya bekal apa?

Dimulai dari hari ini Insha Allah ya.
Sabar dan jadi orang tua yang lebih baik dari kemarin. Semoga dengan demikian, Allah mempermudah hidup kita sekarang dan nantinya, baik untuk keluarga sendiri, maupun untuk calon keluarga nanti.

Amin, amin ya rabbal alamin.

Mertua, oh mertua..🌹

-Wina Risman
March 2018


Di Tulis Oleh: Wina Risman
Pada: 12 March 2018, Pukul: 17:23:06

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sarra Risman | Saya dibesarkan dengan tujuan. Ada target, ada finish line, ada goal. Tidak sekedar menjadi ‘anak shalihah yang berguna bagi keluarga, agama, dan bangsa’, seperti doa-doa umum yang seri

Saya dibesarkan dengan tujuan. Ada target, ada finish line, ada goal. Tidak sekedar menjadi 'anak shalihah yang berguna bagi keluarga, agama, dan bangsa', seperti doa-doa umum yang sering kita katakan ketika mendengar berita kelahiran seorang bayi. Dari saya kecil, ibu saya tampaknya sudah mengikuti 'developmental milestone' yang menjelaskan bahwa anak usia segini, seharusnya sudah bisa begini. Kami dapat tugas khusus masing-masing, seperti kakak jadi tukang cuci baju, saya ahli cuci kamar mandi, dan adik sapu dan pel. Tugas tersebut berotasi sesuai usia, kebutuhan, dan (karena kami hidup nomaden) tempat tinggal. Tentunya rumah di Amerika, yang tertutup karpet dari ujung ke ujung, tidak membutuhkan sapu dan pel. Tugas juga di bagi sesuai dengan kebutuhan, jadi ketika ramadhan tiba, dan pembantu pulang, kakak bertugas menyiapkan sahur, saya dan adik merapihkan setelah sahur. Siangan dikit kakak memasak, adik mencuci, saya tukang setrika. Sampai kesepakatan rotasi berikut...

Silmy Risman | #SilmyShares:

#SilmyShares: Bersyukur itu seperti cinta. Tidak banyak makna jika cuma berbentuk kata-kata. Ia lebih nyata jika ditunjukkan lewat perilaku dan sikap kita. Saya beri contoh ya. Kalau ada pasangan A, yang suaminya bilang "I love you deh Say.." setiap hari tapi sikapnya kasar atau bahasa tubuhnya tidak hangat dan sering nyindir atau marah.. Dan pasangan B yang suaminya jarang memberikan kata-kata cinta tapi sering senyum, suka memuji dan ringan dalam membantu urusan anak atau pekerjaan di rumah.. Dalam jangka panjang, pilih mana? Nah sama dengan bersyukur. Kalau cuma menyatakan diri sebagai hamba tuhan yang bersyukur tapi setiap hari mengeluh, iri, dan ngomongin orang... Mana syukurnya? Nggak dihitung dan pastinya (apalagi bagi orang-orang sekitar) tidak terasa. Syukur itu harus sempat. Jangan hanya dalam doa setelah shalat (yang kadang itupun masih suka telat hehehe). Mulai bersyukur dari hal-hal kecil; masih punya tempat tinggal, bisa garuk kalau gatal (bayangin kalo nggak ...

Wina Risman | Memasukkan anak sekolah:

Memasukkan anak sekolah: Untuk anak atau ibu? Iya, saya paham. 10 menit keheningan terkadang sangat diperlukan seorang ibu,untuk tetap waras. Apalagi mereka yang mempunyai dua balita dibawah satu atap. Rangkaian pekerjaan yang sudah tersusun rapi di otak, detik ketika kita bangun pagi, seakan sudah menjadi otomatis tersedia. Satu menyambung dengan yang lainnya, hingga tak terasa, sudah waktunya mentari tenggelam lagi. Bahkan, setelah malampun tiba, masih ada sederet dua benda tersisa yang mesti diselesaikan, sebelum akhirnya tubuh mendapatkan haknya untuk baring dan kaki untuk selonjoran. Iya saya paham. Hanya saja, berangkat dari kepenatan harian yang sudah menahun, membuat seorang ibu seakan-akan merasa punya alasan, kenapa buah hatinya mesti segera disekolahkan. Sudah bosan di rumah Biar belajar bergaul Menstimulus berbicara Belajar sharing dan bermain bersama Anaknya sudah minta dll, dll... Sebetulnya, jika ditanya, terutama pada ibu yang menyekolahkan anaknya diusia 3th atau sebe...