Langsung ke konten utama

[TERIMA KASIH ATAS SEGALA DUKUNGANNYA]

[TERIMA KASIH ATAS SEGALA DUKUNGANNYA]

Masha Allah tabarakallah.. Beberapa hari terakhir fanpage Yayasan Kita dan Buah Hati kedatangan berbagai gemuruh doa, perhatian, serta dukungan dari berbagai individu yang sudah mempercayai YKBH selama ini, dengan bentuk pemberian testimoni dan bintang tinggi pada fanpage kami.
Haru dan bahagia, sekaligus menjadi tantangan untuk kita semua agar terus berjuang, menghadapi diri sendiri, membersamai lingkungan, masyarakat, dan negara. Semoga Allah mudahkah segala peran kita di dunia maupun akhirat.

Kembali kepada muara juang kami menjaga ketahanan setiap keluarga di Indonesia, memerangi pornografi yang merusak hubungan keluarga.

Apa sebenarnya yang membuat anak terjebak jeratan pebisnis pornografi?

John Harmer, mantan politisi dan mantan letnan gubernur California, yang juga mengepalai the Lighted Candle Society (organisasi yang memerangi pornografi di Amerika) mengatakan, penyebab anak terjebak jeratan pebisnis pornografi adalah :

1. Keringnya hubungan orangtua dan anak
2. Kurangnya sensitifitas orangtua terhadap pornografi
3. Orang dewasa yang menganggap pornografi sebagai humor

Hubungan orangtua dan anak yang kering adalah penyebab anak mengalami BLAST (Bored-Bosan, Lonely-Kesepian, Angry-Marah, Afraid-Takut, Stress-Stres, Tired-Lelah). Anak BLAST adalah target utama pebisnis pornografi.

Orangtua yang tidak sensitif terhadap pornografi, biasanya tidak membuat aturan ketika memberi gadget pada anak. Tidak berpesan bahwa dengan manfaat yang sangat banyak dari gadget yang diberikan, ada juga bahaya yang dapat merusak otak. Sehingga tidak mengingatkan anak untuk menjaga matanya dari hal-hal yang membahayakan.

Orangtua yang tidak sensitif terhadap pornografi, tidak sadar bahwa bencana dapat terjadi dari ujung jemari anaknya. Hanya dengan 1 buku jari, anak dapat terjerat jebakan pebisnis pornografi.

Orang dewasa yang menganggap pornografi sebagai humor membiarkan lagu dangdut erotis didengar anak-anak, dan membiarkan acara TV beradegan dewasa dilihat anak-anak. Padahal, hal itu adalah pornografi kategori halus, yang memang bahayanya tidak langsung terlihat, namun berfungsi sebagai pancing bagi kategori yang lebih tinggi.

Bencana yang paling besar adalah ketika para orangtua tidak sadar ada bencana.

Lindungi anak kita dari bencana pornografi dan kejahatan seksual.

Mari dimulai dari mengasuh dengan benar dan baik anak kita sendiri.

Menyelamatkan satu anak sama dengan menyelamatkan kemanusiaan.

Video : http://bit.ly/BahayaPornografiPadaAnak

~~~~

Video ini adalah hasil kerjasama Kementerian Sosial, Yayasan Kita dan Buah Hati, serta Gerakan SEMAI2045 dalam rangka memerangi pornografi dan kejahatan seksual.


Ditulis Pada: 04 August 2017, Pukul: 07:34:58

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sarra Risman | Saya dibesarkan dengan tujuan. Ada target, ada finish line, ada goal. Tidak sekedar menjadi ‘anak shalihah yang berguna bagi keluarga, agama, dan bangsa’, seperti doa-doa umum yang seri

Saya dibesarkan dengan tujuan. Ada target, ada finish line, ada goal. Tidak sekedar menjadi 'anak shalihah yang berguna bagi keluarga, agama, dan bangsa', seperti doa-doa umum yang sering kita katakan ketika mendengar berita kelahiran seorang bayi. Dari saya kecil, ibu saya tampaknya sudah mengikuti 'developmental milestone' yang menjelaskan bahwa anak usia segini, seharusnya sudah bisa begini. Kami dapat tugas khusus masing-masing, seperti kakak jadi tukang cuci baju, saya ahli cuci kamar mandi, dan adik sapu dan pel. Tugas tersebut berotasi sesuai usia, kebutuhan, dan (karena kami hidup nomaden) tempat tinggal. Tentunya rumah di Amerika, yang tertutup karpet dari ujung ke ujung, tidak membutuhkan sapu dan pel. Tugas juga di bagi sesuai dengan kebutuhan, jadi ketika ramadhan tiba, dan pembantu pulang, kakak bertugas menyiapkan sahur, saya dan adik merapihkan setelah sahur. Siangan dikit kakak memasak, adik mencuci, saya tukang setrika. Sampai kesepakatan rotasi berikut...

Silmy Risman | #SilmyShares:

#SilmyShares: Bersyukur itu seperti cinta. Tidak banyak makna jika cuma berbentuk kata-kata. Ia lebih nyata jika ditunjukkan lewat perilaku dan sikap kita. Saya beri contoh ya. Kalau ada pasangan A, yang suaminya bilang "I love you deh Say.." setiap hari tapi sikapnya kasar atau bahasa tubuhnya tidak hangat dan sering nyindir atau marah.. Dan pasangan B yang suaminya jarang memberikan kata-kata cinta tapi sering senyum, suka memuji dan ringan dalam membantu urusan anak atau pekerjaan di rumah.. Dalam jangka panjang, pilih mana? Nah sama dengan bersyukur. Kalau cuma menyatakan diri sebagai hamba tuhan yang bersyukur tapi setiap hari mengeluh, iri, dan ngomongin orang... Mana syukurnya? Nggak dihitung dan pastinya (apalagi bagi orang-orang sekitar) tidak terasa. Syukur itu harus sempat. Jangan hanya dalam doa setelah shalat (yang kadang itupun masih suka telat hehehe). Mulai bersyukur dari hal-hal kecil; masih punya tempat tinggal, bisa garuk kalau gatal (bayangin kalo nggak ...

Wina Risman | Memasukkan anak sekolah:

Memasukkan anak sekolah: Untuk anak atau ibu? Iya, saya paham. 10 menit keheningan terkadang sangat diperlukan seorang ibu,untuk tetap waras. Apalagi mereka yang mempunyai dua balita dibawah satu atap. Rangkaian pekerjaan yang sudah tersusun rapi di otak, detik ketika kita bangun pagi, seakan sudah menjadi otomatis tersedia. Satu menyambung dengan yang lainnya, hingga tak terasa, sudah waktunya mentari tenggelam lagi. Bahkan, setelah malampun tiba, masih ada sederet dua benda tersisa yang mesti diselesaikan, sebelum akhirnya tubuh mendapatkan haknya untuk baring dan kaki untuk selonjoran. Iya saya paham. Hanya saja, berangkat dari kepenatan harian yang sudah menahun, membuat seorang ibu seakan-akan merasa punya alasan, kenapa buah hatinya mesti segera disekolahkan. Sudah bosan di rumah Biar belajar bergaul Menstimulus berbicara Belajar sharing dan bermain bersama Anaknya sudah minta dll, dll... Sebetulnya, jika ditanya, terutama pada ibu yang menyekolahkan anaknya diusia 3th atau sebe...