Langsung ke konten utama

SENYUM SEDEKAH

SENYUM SEDEKAH
.
.
"Senyummu terhadap wajah saudaramu adalah sedekah." (HR. Tirmidzi)
.
Hadist termasyhur namun menantang untuk dilakukan. Apalagi jika emosi kita sendiri sedang bermasalah. Eugh!
.
Ternyata, senyum kita bukan hanya sedekah untuk orang lain. Utamanya, sedekah pada diri sendiri. Kok bisa?
.
Ketika kita tersenyum, otak kita melepaskan senyawa kimia yang mengatur penurunan stres. Ini lah mengapa poster ini bertuliskan "Kadang rasa bahagia menjadi alasan kita tersenyum, kadang tersenyumlah yang menjadi sumber kebahagiaan kita".
.
Saat kita tersenyum, hormon yang berperan dalam rasa bahagia meningkat. Ini bukan hanya merilekskan tubuh, tapi juga menurunkan detak jantung, tekanan darah, dan menghasilkan anti depresan.
.
Endorfin juga dihasilkan. Endorfin adalah senyawa kimia yang diproduksi secara alami oleh tubuh untuk menghilangkan rasa sakit (pain killer).
.
Lalu, bagaimana senyum bisa menjadi sedekah bagi orang lain?
.
Saat kita tersenyum dengan tulus pada orang lain, hal ini membuat bagian di otak (orbitofrontal cortex) orang tersebut aktif. Orbitofrontal cortex merupakan bagian otak yang berperan dalam memproses "sensory reward". Dengan kata lain, dengan melihat senyum kita, dapat membuat orang lain merasa dihargai.
.
Senyum juga menular, karena bagian cingulate cortex dalam otak kita teraktivasi. Bagian ini bertanggungjawab merespon ekspresi wajah dan meniru ekspresi wajah oranglain secara bawah sadar. Oleh karena itu, kita akan tersenyum saat melihat orang lain tersenyum tulus.
.
Dalam konteks pengasuhan, ternyata senyum adalah hal kecil yang sangat penting dan bisa diusahakan ya. Sesulit apapun situasi kita, usahakan untuk tersenyum ya. Senyum membuat ibu dan ayah lebih bahagia, lebih sehat, dan menularkan kebahagiaan pada anak-anak kita.
.
Tau kah anda, saat kita masih bayi, kita tersenyum 400 kali perhari. Namun, saat kita dewasa, jauh berkurang menjadi 18 kali perhari. Jangan-jangan kurang dari itu?!
.
Sudahkah anda tersenyum hari ini?
.
#BrainBasedParenting

Ditulis Pada: 10 April 2017, Pukul: 09:38:26

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sarra Risman | Saya dibesarkan dengan tujuan. Ada target, ada finish line, ada goal. Tidak sekedar menjadi ‘anak shalihah yang berguna bagi keluarga, agama, dan bangsa’, seperti doa-doa umum yang seri

Saya dibesarkan dengan tujuan. Ada target, ada finish line, ada goal. Tidak sekedar menjadi 'anak shalihah yang berguna bagi keluarga, agama, dan bangsa', seperti doa-doa umum yang sering kita katakan ketika mendengar berita kelahiran seorang bayi. Dari saya kecil, ibu saya tampaknya sudah mengikuti 'developmental milestone' yang menjelaskan bahwa anak usia segini, seharusnya sudah bisa begini. Kami dapat tugas khusus masing-masing, seperti kakak jadi tukang cuci baju, saya ahli cuci kamar mandi, dan adik sapu dan pel. Tugas tersebut berotasi sesuai usia, kebutuhan, dan (karena kami hidup nomaden) tempat tinggal. Tentunya rumah di Amerika, yang tertutup karpet dari ujung ke ujung, tidak membutuhkan sapu dan pel. Tugas juga di bagi sesuai dengan kebutuhan, jadi ketika ramadhan tiba, dan pembantu pulang, kakak bertugas menyiapkan sahur, saya dan adik merapihkan setelah sahur. Siangan dikit kakak memasak, adik mencuci, saya tukang setrika. Sampai kesepakatan rotasi berikut...

Silmy Risman | #SilmyShares:

#SilmyShares: Bersyukur itu seperti cinta. Tidak banyak makna jika cuma berbentuk kata-kata. Ia lebih nyata jika ditunjukkan lewat perilaku dan sikap kita. Saya beri contoh ya. Kalau ada pasangan A, yang suaminya bilang "I love you deh Say.." setiap hari tapi sikapnya kasar atau bahasa tubuhnya tidak hangat dan sering nyindir atau marah.. Dan pasangan B yang suaminya jarang memberikan kata-kata cinta tapi sering senyum, suka memuji dan ringan dalam membantu urusan anak atau pekerjaan di rumah.. Dalam jangka panjang, pilih mana? Nah sama dengan bersyukur. Kalau cuma menyatakan diri sebagai hamba tuhan yang bersyukur tapi setiap hari mengeluh, iri, dan ngomongin orang... Mana syukurnya? Nggak dihitung dan pastinya (apalagi bagi orang-orang sekitar) tidak terasa. Syukur itu harus sempat. Jangan hanya dalam doa setelah shalat (yang kadang itupun masih suka telat hehehe). Mulai bersyukur dari hal-hal kecil; masih punya tempat tinggal, bisa garuk kalau gatal (bayangin kalo nggak ...

Wina Risman | Memasukkan anak sekolah:

Memasukkan anak sekolah: Untuk anak atau ibu? Iya, saya paham. 10 menit keheningan terkadang sangat diperlukan seorang ibu,untuk tetap waras. Apalagi mereka yang mempunyai dua balita dibawah satu atap. Rangkaian pekerjaan yang sudah tersusun rapi di otak, detik ketika kita bangun pagi, seakan sudah menjadi otomatis tersedia. Satu menyambung dengan yang lainnya, hingga tak terasa, sudah waktunya mentari tenggelam lagi. Bahkan, setelah malampun tiba, masih ada sederet dua benda tersisa yang mesti diselesaikan, sebelum akhirnya tubuh mendapatkan haknya untuk baring dan kaki untuk selonjoran. Iya saya paham. Hanya saja, berangkat dari kepenatan harian yang sudah menahun, membuat seorang ibu seakan-akan merasa punya alasan, kenapa buah hatinya mesti segera disekolahkan. Sudah bosan di rumah Biar belajar bergaul Menstimulus berbicara Belajar sharing dan bermain bersama Anaknya sudah minta dll, dll... Sebetulnya, jika ditanya, terutama pada ibu yang menyekolahkan anaknya diusia 3th atau sebe...