Sangat benar sekali pendapat para ahli yang mengatakan bahwa apa yang dilihat anak sangat mempengaruhi cara mereka bersikap dan berperilaku. Tak terkecuali dari layar. Apalagi bagi anak di bawah usia
Sangat benar sekali pendapat para ahli yang mengatakan bahwa apa yang dilihat anak sangat mempengaruhi cara mereka bersikap dan berperilaku. Tak terkecuali dari layar. Apalagi bagi anak di bawah usia 7. Mereka meniru karena penasaran dan ingin tau rasanya (melakukan hal yang sama).
Seorang teman pernah bertanya, mengapa saya mudah sekali marah padahal saya dididik dengan sangat baik?
Banyak sekali faktornya. Yang pasti, "buku" tentang marah sudah ada di "perpustakaan" otaknya. Informasi yang masuk ke otak, menjadi "batu bata" penyusun kepribadian. Entah dari mengalami langsung kejadian, melihat teman melakukan pada teman lainnya, melihat tetangga melakukan pada anaknya, bahkan sekedar melihat sinetron dan film di layar. Khusus tontonan di layar, otak anak-anak belum bisa membedakan dunia layar dan kenyataan.
Jadi, apakah saya harus melarang anak saya menggunakan gadget, nonton TV, dan main dengan tetangga yang pemarah?
Kita tentu tidak bisa membuatkan benteng setinggi-tingginya, karena ia juga perlu melatih ketangguhan dirinya dari lingkungan tak ideal. Tentang layar, memang ada batasan waktu dan konten yang perlu orangtua jaga.
Lebih mendasar dari itu, kuncinya adalah 2D : DIALOG dan DOA.
Banyak kasus yang tidak diinginkan terjadi disebabkan minimnya dialog dalam keluarga. Anak jadi ikut-ikutan hal buruk karena kita menganggap anak kita baik-baik saja.
Bahkan sebenarnya, kejadian-kejadian yang menurut kita buruk, bisa menjadi kesempatan emas bagi kita untuk menjelaskan makna dari peristiwa pada anak kita.
Contoh, saat anak mengalami kekerasan saat bermain dengan temannya, kita bisa mengajarkan tentang pentingnya memilih teman, tentang perilaku baik dan buruk, tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan kepada orang lain, dsb.
Dalam dunia psikologi, berdialog setelah anak mengalami kejadian untuk membenarkan pemahaman anak atas makna dari peristiwa disebut DEBRIEFING.
Namun, akan lebih baik jika kita mempersiapkan anak tentang segala hal yang mungkin terjadi dalam hidup sebelum anak mengalaminya. Bahwa diluar sana ada orang-orang yang memiliki luka jiwa sehingga mudah terbawa emosi, ada orang-orang yang bahkan tidak mengerti perasaannya sendiri sehingga melampiaskan apa yang dirasakan pada orang lain.
Last but not least, adalah DOA. Doa adalah perisai dan senjata bagi orang yang beriman. Berdoa agar dihindarkan dari peristiwa buruk yang mengancam kesehatan fisik dan jiwa, dan berdoa agar saat tertakdir untuk mengalaminya, kita disembuhkan oleh Allah tanpa meninggalkan luka jiwa yang tersisa.
Siapkan berdialog setiap saat dengan keluarga kita?
Ditulis Pada: 05 April 2017, Pukul: 04:11:47
Seorang teman pernah bertanya, mengapa saya mudah sekali marah padahal saya dididik dengan sangat baik?
Banyak sekali faktornya. Yang pasti, "buku" tentang marah sudah ada di "perpustakaan" otaknya. Informasi yang masuk ke otak, menjadi "batu bata" penyusun kepribadian. Entah dari mengalami langsung kejadian, melihat teman melakukan pada teman lainnya, melihat tetangga melakukan pada anaknya, bahkan sekedar melihat sinetron dan film di layar. Khusus tontonan di layar, otak anak-anak belum bisa membedakan dunia layar dan kenyataan.
Jadi, apakah saya harus melarang anak saya menggunakan gadget, nonton TV, dan main dengan tetangga yang pemarah?
Kita tentu tidak bisa membuatkan benteng setinggi-tingginya, karena ia juga perlu melatih ketangguhan dirinya dari lingkungan tak ideal. Tentang layar, memang ada batasan waktu dan konten yang perlu orangtua jaga.
Lebih mendasar dari itu, kuncinya adalah 2D : DIALOG dan DOA.
Banyak kasus yang tidak diinginkan terjadi disebabkan minimnya dialog dalam keluarga. Anak jadi ikut-ikutan hal buruk karena kita menganggap anak kita baik-baik saja.
Bahkan sebenarnya, kejadian-kejadian yang menurut kita buruk, bisa menjadi kesempatan emas bagi kita untuk menjelaskan makna dari peristiwa pada anak kita.
Contoh, saat anak mengalami kekerasan saat bermain dengan temannya, kita bisa mengajarkan tentang pentingnya memilih teman, tentang perilaku baik dan buruk, tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan kepada orang lain, dsb.
Dalam dunia psikologi, berdialog setelah anak mengalami kejadian untuk membenarkan pemahaman anak atas makna dari peristiwa disebut DEBRIEFING.
Namun, akan lebih baik jika kita mempersiapkan anak tentang segala hal yang mungkin terjadi dalam hidup sebelum anak mengalaminya. Bahwa diluar sana ada orang-orang yang memiliki luka jiwa sehingga mudah terbawa emosi, ada orang-orang yang bahkan tidak mengerti perasaannya sendiri sehingga melampiaskan apa yang dirasakan pada orang lain.
Last but not least, adalah DOA. Doa adalah perisai dan senjata bagi orang yang beriman. Berdoa agar dihindarkan dari peristiwa buruk yang mengancam kesehatan fisik dan jiwa, dan berdoa agar saat tertakdir untuk mengalaminya, kita disembuhkan oleh Allah tanpa meninggalkan luka jiwa yang tersisa.
Siapkan berdialog setiap saat dengan keluarga kita?
Ditulis Pada: 05 April 2017, Pukul: 04:11:47
Komentar
Posting Komentar