Langsung ke konten utama

MENGENALI DAN MEMAHAMI BATITA

MENGENALI DAN MEMAHAMI BATITA
Elly Risman, Psi

Ibu 1 : Aduh... Anakku yang bungsu ini lucu banget, tapi juga sekaligus nyebelin dan ngeselin.

Ibu 2 : Maksudnya gimana tuh?

Ibu 1 : Jadi dia minta diambilin mainan dan mau main bersama, eh begitu aku deketin dia malah bilang : Sana... sana... sana...!

Ibu 2 : Hahaha. Aku juga inget waktu anakku masih seumur segitu, dia minta sepatunya yang pink katanya. Tapi sepatu pinknya kan kotor, jadi aku kasih sepatu warna coklat, dia langsung bilang : Gak mau! Bukan sepatu itu! Eeh... Udah deh tuh badan anak melengkung-lengkung, nangis keras mukul-mukul ke ubin dan guling-guling. Cuma urusan sepatu aja!

Ibu 1: Nah itu... Kalau kita buru-buru jadi hilang sabar kan? Kita jadi bilang : "Heh! Urusan sepatu kenapa jadi guling-guling gitu, Dek! Gak pake sepatu aja juga gak apa-apa kan!"

Ibu 2 : Ya itu dia... Hahaha. Ibarat cuaca yang lagi panas, bukannya tiba-tiba mendung tapi langsung badai.

Memang kalau kurang-kurang sabar, uuh...... Kita akan segera marah dan emosional sama anak batita kita karena emosinya yang mudah berayun (mood swing). Lagi enak-enak main air di kamar mandi begitu kita angkat jadi runyam.

Sebagai orang tua jadi bingung kenapa sih ini anak jadi begini. Kalau terjadi sesekali ya gak apa-apa, tapi ini hampir setiap hari. Jadi kita tentu kewalahan, bagaimana sih seharusnya dan apa yang bisa kita lakukan agar kita dapat menerka dan memahami perasaan anak batita kita?

Tantrum atau ngamuk-ngamuk, berguling, nangis dan marah-marah atau perubahan emosi yang sangat mendadak pada batita kita adalah PERTANDA BAIK.
Hah? Iya, itu pertanda anak berkembang sebagaimana mestinya. Dari bayi lucu yang diam, dan diapain saja pasrah, anak kita tumbuh dan kini ingin menunjukkan dirinya dan "kemauan"nya. Bukankah itu suatu kemajuan? Tentu buat kita gak enak, dari suasana nyaman tentram, lucu, manis dan menggemaskan sekarang berubah jadi nyebelin, ngeselin, bingung dan benar-benar NGGAK LUCU!
Tapi pilih mana? Anak yang diam saja tau-tau nantinya autis atau terbelakang, atau yang bergerak maju dan agak nyebelin?

Berikut ulasannya dalam album poster :)

#EllyRismanParentingInstitut
#ParentingEraDigital


Ditulis Pada: 16 August 2017, Pukul: 07:45:12

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sarra Risman | Saya dibesarkan dengan tujuan. Ada target, ada finish line, ada goal. Tidak sekedar menjadi ‘anak shalihah yang berguna bagi keluarga, agama, dan bangsa’, seperti doa-doa umum yang seri

Saya dibesarkan dengan tujuan. Ada target, ada finish line, ada goal. Tidak sekedar menjadi 'anak shalihah yang berguna bagi keluarga, agama, dan bangsa', seperti doa-doa umum yang sering kita katakan ketika mendengar berita kelahiran seorang bayi. Dari saya kecil, ibu saya tampaknya sudah mengikuti 'developmental milestone' yang menjelaskan bahwa anak usia segini, seharusnya sudah bisa begini. Kami dapat tugas khusus masing-masing, seperti kakak jadi tukang cuci baju, saya ahli cuci kamar mandi, dan adik sapu dan pel. Tugas tersebut berotasi sesuai usia, kebutuhan, dan (karena kami hidup nomaden) tempat tinggal. Tentunya rumah di Amerika, yang tertutup karpet dari ujung ke ujung, tidak membutuhkan sapu dan pel. Tugas juga di bagi sesuai dengan kebutuhan, jadi ketika ramadhan tiba, dan pembantu pulang, kakak bertugas menyiapkan sahur, saya dan adik merapihkan setelah sahur. Siangan dikit kakak memasak, adik mencuci, saya tukang setrika. Sampai kesepakatan rotasi berikut...

Silmy Risman | #SilmyShares:

#SilmyShares: Bersyukur itu seperti cinta. Tidak banyak makna jika cuma berbentuk kata-kata. Ia lebih nyata jika ditunjukkan lewat perilaku dan sikap kita. Saya beri contoh ya. Kalau ada pasangan A, yang suaminya bilang "I love you deh Say.." setiap hari tapi sikapnya kasar atau bahasa tubuhnya tidak hangat dan sering nyindir atau marah.. Dan pasangan B yang suaminya jarang memberikan kata-kata cinta tapi sering senyum, suka memuji dan ringan dalam membantu urusan anak atau pekerjaan di rumah.. Dalam jangka panjang, pilih mana? Nah sama dengan bersyukur. Kalau cuma menyatakan diri sebagai hamba tuhan yang bersyukur tapi setiap hari mengeluh, iri, dan ngomongin orang... Mana syukurnya? Nggak dihitung dan pastinya (apalagi bagi orang-orang sekitar) tidak terasa. Syukur itu harus sempat. Jangan hanya dalam doa setelah shalat (yang kadang itupun masih suka telat hehehe). Mulai bersyukur dari hal-hal kecil; masih punya tempat tinggal, bisa garuk kalau gatal (bayangin kalo nggak ...

Wina Risman | Memasukkan anak sekolah:

Memasukkan anak sekolah: Untuk anak atau ibu? Iya, saya paham. 10 menit keheningan terkadang sangat diperlukan seorang ibu,untuk tetap waras. Apalagi mereka yang mempunyai dua balita dibawah satu atap. Rangkaian pekerjaan yang sudah tersusun rapi di otak, detik ketika kita bangun pagi, seakan sudah menjadi otomatis tersedia. Satu menyambung dengan yang lainnya, hingga tak terasa, sudah waktunya mentari tenggelam lagi. Bahkan, setelah malampun tiba, masih ada sederet dua benda tersisa yang mesti diselesaikan, sebelum akhirnya tubuh mendapatkan haknya untuk baring dan kaki untuk selonjoran. Iya saya paham. Hanya saja, berangkat dari kepenatan harian yang sudah menahun, membuat seorang ibu seakan-akan merasa punya alasan, kenapa buah hatinya mesti segera disekolahkan. Sudah bosan di rumah Biar belajar bergaul Menstimulus berbicara Belajar sharing dan bermain bersama Anaknya sudah minta dll, dll... Sebetulnya, jika ditanya, terutama pada ibu yang menyekolahkan anaknya diusia 3th atau sebe...