KOMUNIKASI PENGASUHAN – RUMUS MENDENGAR AKTIF
#62
Di dua artikel sebelumnya, kita telah membahas tentang mendengar aktif dan manfaatnya untuk anak. Kita perlu melatih nya setiap hari agar menjadi cara kita berkomunikasi yang alami.
Mendengar aktif dibutuhkan dalam berbagai kondisi, terutama kondisi ketika perasaan anak sedang penuh, baik oleh emosi positif ataupun emosi negatif. Bagaimana memulai mendengar aktif ?
Pertama, baca bahasa tubuh anak. Karena bahasa tubuh menyiratkan emosi lebih akurat daripada kata-katanya. Supaya anak terbiasa jujur dengan bahasa tubuhnya, maka kita sebagai orangtuanya dulu yang perlu duluan mencontohkan bahasa tubuh yang jujur. Kita orangtuanya perlu terbiasa mengekspresikan perasaan apa adanya ke anak, tidak jaim (jaga image), sehingga anak akan meniru cara kita dan terbiasa mengekspresikan perasaan dengan bahasa tubuh yang jelas.
Kedua, dengarkan anak bicara apa adanya, tanpa dipotong, dinilai, atau ditanggapi. Ketika itu, anak akan mengeluarkan semua emosinya. Kalaupun anak menangis atau tampak beraksi berlebihan, tidak perlu dipotong atau dihentikan. Anak masih berlatih mengendalikan diri dan emosinya. Beri dia waktu untuk berlatih itu. Kita cukup menanggapi dengan minimal encourages yang menunjukkan kita memperhatikannya, misalnya : "Mmm ..." / mengangguk-ngangguk / "Terus ?".
Ketiga, ketika tensi emosinya sudah menurun, dan waktunya sudah tepat untuk menanggapi, mulai dengan Restating (menyatakan kembali) untuk meng-crosscheck perasaannya. Misalnya : "Adek merasa kesal ya ?".
Jika penjelasan anak cukup panjang, maka kita bisa menanggapi dengan mendaftar apa saja yang dia rasa, misalnya : "Adek merasa kesal, sakit hati, tidak dihargai ?"
Jika anak menyampaikan potongan potongan informasi, kita juga bisa bantu merangkum dan lalu menanyakan lagi ke anak. Misalnya : "Dari cerita Adek, sepertinya Adek ingin teman Adek tahu bahwa Adek tidak mau diperlakukan seperti itu. Benar begitu ?"
Dengan rangkaian pertanyaan untuk memvalidasi perasaan anak, maka kita membantu anak mengenali bahwa perasaan itu berbeda-beda, dan dari situ dilanjutkan membantu anak mengenali apa pemicu yang menyebabkan perasaan anak. Misalnya : "Adek merasa kesal karena temanmu menjauhimu ?".
Mengetahui perasaan sendiri, dan apa penyebabnya, adalah setengah jalan menuju solusi. Melompati tahap tahap ini hanya akan membuat anak merasa bingung dengan dirinya, sehingga cenderung mudah galau menghadapi masalah. Karena tidak terbiasa mencari akar penyebab perasaan, dan tidak terbiasa mengenali dan mengelola perasaannya.
Jadi ayah bunda, untuk membantu anak anak kita tumbuh tangguh dan siap menghadapi berbagai tantangan, mari kita mulai dengan mendengar aktif anak kita. Selamat berkomunikasi yang menyenangkan :)
Ikuti terus Serial Parenting kami di sini ya Ayah Bunda http://bit.ly/SerialParenting
#YayasanKitadanBuahHati
#EllyRismanParentingInstitute
#ParentingEraDigital
#ParentingChannel
Ditulis Pada: 07 March 2018, Pukul: 11:00:00
#62
Di dua artikel sebelumnya, kita telah membahas tentang mendengar aktif dan manfaatnya untuk anak. Kita perlu melatih nya setiap hari agar menjadi cara kita berkomunikasi yang alami.
Mendengar aktif dibutuhkan dalam berbagai kondisi, terutama kondisi ketika perasaan anak sedang penuh, baik oleh emosi positif ataupun emosi negatif. Bagaimana memulai mendengar aktif ?
Pertama, baca bahasa tubuh anak. Karena bahasa tubuh menyiratkan emosi lebih akurat daripada kata-katanya. Supaya anak terbiasa jujur dengan bahasa tubuhnya, maka kita sebagai orangtuanya dulu yang perlu duluan mencontohkan bahasa tubuh yang jujur. Kita orangtuanya perlu terbiasa mengekspresikan perasaan apa adanya ke anak, tidak jaim (jaga image), sehingga anak akan meniru cara kita dan terbiasa mengekspresikan perasaan dengan bahasa tubuh yang jelas.
Kedua, dengarkan anak bicara apa adanya, tanpa dipotong, dinilai, atau ditanggapi. Ketika itu, anak akan mengeluarkan semua emosinya. Kalaupun anak menangis atau tampak beraksi berlebihan, tidak perlu dipotong atau dihentikan. Anak masih berlatih mengendalikan diri dan emosinya. Beri dia waktu untuk berlatih itu. Kita cukup menanggapi dengan minimal encourages yang menunjukkan kita memperhatikannya, misalnya : "Mmm ..." / mengangguk-ngangguk / "Terus ?".
Ketiga, ketika tensi emosinya sudah menurun, dan waktunya sudah tepat untuk menanggapi, mulai dengan Restating (menyatakan kembali) untuk meng-crosscheck perasaannya. Misalnya : "Adek merasa kesal ya ?".
Jika penjelasan anak cukup panjang, maka kita bisa menanggapi dengan mendaftar apa saja yang dia rasa, misalnya : "Adek merasa kesal, sakit hati, tidak dihargai ?"
Jika anak menyampaikan potongan potongan informasi, kita juga bisa bantu merangkum dan lalu menanyakan lagi ke anak. Misalnya : "Dari cerita Adek, sepertinya Adek ingin teman Adek tahu bahwa Adek tidak mau diperlakukan seperti itu. Benar begitu ?"
Dengan rangkaian pertanyaan untuk memvalidasi perasaan anak, maka kita membantu anak mengenali bahwa perasaan itu berbeda-beda, dan dari situ dilanjutkan membantu anak mengenali apa pemicu yang menyebabkan perasaan anak. Misalnya : "Adek merasa kesal karena temanmu menjauhimu ?".
Mengetahui perasaan sendiri, dan apa penyebabnya, adalah setengah jalan menuju solusi. Melompati tahap tahap ini hanya akan membuat anak merasa bingung dengan dirinya, sehingga cenderung mudah galau menghadapi masalah. Karena tidak terbiasa mencari akar penyebab perasaan, dan tidak terbiasa mengenali dan mengelola perasaannya.
Jadi ayah bunda, untuk membantu anak anak kita tumbuh tangguh dan siap menghadapi berbagai tantangan, mari kita mulai dengan mendengar aktif anak kita. Selamat berkomunikasi yang menyenangkan :)
Ikuti terus Serial Parenting kami di sini ya Ayah Bunda http://bit.ly/SerialParenting
#YayasanKitadanBuahHati
#EllyRismanParentingInstitute
#ParentingEraDigital
#ParentingChannel
Ditulis Pada: 07 March 2018, Pukul: 11:00:00
Komentar
Posting Komentar