KOMUNIKASI PENGASUHAN – POLA KOMUNIKASI KELIRU : (7) MEMBOHONGI
#70
[TIDAK BOLEH DILAKUKAN LAGI]
"Sudah gapapa, jangan nangis. Besok juga sembuh kok"
"Ibu ga punya uang"
"Bapak perginya gak lama kok"
[KARENA...]
Membohongi, membuat anak belajar tidak jujur dan tidak percaya pada orang lain. Ia belajar menjadi orang jujur dari lingkungan terdekatnya : orangtua dan keluarga. Jika ia kehilangan kepercayaan terhadap lingkungan terdekat, ia akan menjadi orang yang mudah curiga pada orang lain. Ia bisa jadi menganggap dunia adalah tempat tinggal yang tidak layak dipercaya.
Chelsea Hays dan Leslie J. Carver, calon profesor dari University of California, San Diego, melakukan penelitian mengenai keterkaitan perilaku bohong yang dilakukan orang dewasa terhadap kejujuran anak-anak. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa anak-anak meniru perilaku bohong yang dilakukan orang dewasa karena mereka merasa tidak perlu berkata jujur pada orang yang telah membohongi mereka.
Anak-anak mulai berbohong dengan cerita yang mudah ditebak (bahwa ia berbohong) pada usia 2 – 3 tahun. Pada usia 4 tahun, ia mulai bisa membuat cerita bohong yang masuk akal. Pada usia 7 – 8 tahun, cerita bohong mereka akan lebih kompleks dengan bumbu fakta yang memang terjadi.
Kenali bahasa tubuh anak yang berbohong, yaitu cerita yang tidak konsisten, kontak matanya menghindar, merasa gelisah , tidak tenang atau diam. Bohong dilakukan anak sebagai alat untuk menarik perhatian atau karena anak takut menerima akibat dari perbuatannya.
Namun, ada bohong yang diperbolehkan untuk diajarkan kepada anak. International Journal of Psychology menyebutkan bahwa 84% orangtua berbohong pada anaknya agar sang anak berperilaku lebih baik. Bohong yang diperbolehkan adalah jika anak harus melindungi dirinya dari orang asing. Ia boleh berbohong mengatakan, "Aku kebelet pipis, maaf ya om", untuk menghindari ajakan orang asing yang menawarkan untuk mengantar pulang.
[BEGINI SEBAIKNYA]
1. Terima perasaan anak jika emosinya sedang bermasalah. Jelaskan apa yang dialami anak apa adanya, sesuai umurnya.
"Sudah gapapa, jangan nangis. Besok juga sembuh kok", diubah menjadi
"Sakit ya, Nak? Iya, kalo kaki adek terluka memang sakit. Ini karena ada jaringan di kulit yang robek. Tapi nanti dibantu sembuh oleh trombosit, hanya saja trombosit perlu waktu 3 hari. Selama itu adek akan merasa sakit hingga luka adek tertutup dan kering. "
"Ibu ga punya uang", diubah menjadi
"Ibu punya uang tapi terbatas. Kita sudah sepakat kan adek hanya jajan 2 ribu rupiah perhari?"
2. Tepati janji kepada anak, ia adalah pengingat yang ulung.
"Bapak perginya gak lama kok", diubah menjadi
"Bapak berangkat kerja ya, setelah Adek mandi di sore hari, mudah-mudahan Bapak sudah pulang dan kita bermain lagi"
Atau
"Hari ini Bapak mungkin akan pulang terlambat, tapi nanti hari minggu kita main helikopter ya"
Ikuti terus Serial Parenting kami di sini ya Ayah Bunda http://bit.ly/SerialParenting
#YayasanKitadanBuahHati
#EllyRismanParentingInstitute
#ParentingEraDigital
#ParentingChannel
Ditulis Pada: 13 March 2018, Pukul: 11:00:00
#70
[TIDAK BOLEH DILAKUKAN LAGI]
"Sudah gapapa, jangan nangis. Besok juga sembuh kok"
"Ibu ga punya uang"
"Bapak perginya gak lama kok"
[KARENA...]
Membohongi, membuat anak belajar tidak jujur dan tidak percaya pada orang lain. Ia belajar menjadi orang jujur dari lingkungan terdekatnya : orangtua dan keluarga. Jika ia kehilangan kepercayaan terhadap lingkungan terdekat, ia akan menjadi orang yang mudah curiga pada orang lain. Ia bisa jadi menganggap dunia adalah tempat tinggal yang tidak layak dipercaya.
Chelsea Hays dan Leslie J. Carver, calon profesor dari University of California, San Diego, melakukan penelitian mengenai keterkaitan perilaku bohong yang dilakukan orang dewasa terhadap kejujuran anak-anak. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa anak-anak meniru perilaku bohong yang dilakukan orang dewasa karena mereka merasa tidak perlu berkata jujur pada orang yang telah membohongi mereka.
Anak-anak mulai berbohong dengan cerita yang mudah ditebak (bahwa ia berbohong) pada usia 2 – 3 tahun. Pada usia 4 tahun, ia mulai bisa membuat cerita bohong yang masuk akal. Pada usia 7 – 8 tahun, cerita bohong mereka akan lebih kompleks dengan bumbu fakta yang memang terjadi.
Kenali bahasa tubuh anak yang berbohong, yaitu cerita yang tidak konsisten, kontak matanya menghindar, merasa gelisah , tidak tenang atau diam. Bohong dilakukan anak sebagai alat untuk menarik perhatian atau karena anak takut menerima akibat dari perbuatannya.
Namun, ada bohong yang diperbolehkan untuk diajarkan kepada anak. International Journal of Psychology menyebutkan bahwa 84% orangtua berbohong pada anaknya agar sang anak berperilaku lebih baik. Bohong yang diperbolehkan adalah jika anak harus melindungi dirinya dari orang asing. Ia boleh berbohong mengatakan, "Aku kebelet pipis, maaf ya om", untuk menghindari ajakan orang asing yang menawarkan untuk mengantar pulang.
[BEGINI SEBAIKNYA]
1. Terima perasaan anak jika emosinya sedang bermasalah. Jelaskan apa yang dialami anak apa adanya, sesuai umurnya.
"Sudah gapapa, jangan nangis. Besok juga sembuh kok", diubah menjadi
"Sakit ya, Nak? Iya, kalo kaki adek terluka memang sakit. Ini karena ada jaringan di kulit yang robek. Tapi nanti dibantu sembuh oleh trombosit, hanya saja trombosit perlu waktu 3 hari. Selama itu adek akan merasa sakit hingga luka adek tertutup dan kering. "
"Ibu ga punya uang", diubah menjadi
"Ibu punya uang tapi terbatas. Kita sudah sepakat kan adek hanya jajan 2 ribu rupiah perhari?"
2. Tepati janji kepada anak, ia adalah pengingat yang ulung.
"Bapak perginya gak lama kok", diubah menjadi
"Bapak berangkat kerja ya, setelah Adek mandi di sore hari, mudah-mudahan Bapak sudah pulang dan kita bermain lagi"
Atau
"Hari ini Bapak mungkin akan pulang terlambat, tapi nanti hari minggu kita main helikopter ya"
Ikuti terus Serial Parenting kami di sini ya Ayah Bunda http://bit.ly/SerialParenting
#YayasanKitadanBuahHati
#EllyRismanParentingInstitute
#ParentingEraDigital
#ParentingChannel
Ditulis Pada: 13 March 2018, Pukul: 11:00:00
Komentar
Posting Komentar