Langsung ke konten utama

KOMUNIKASI PENGASUHAN – POLA KOMUNIKASI KELIRU : (6) MEREMEHKAN

KOMUNIKASI PENGASUHAN – POLA KOMUNIKASI KELIRU : (6) MEREMEHKAN
#69
[TIDAK BOLEH DILAKUKAN LAGI]
"Masa gitu aja ga bisa"
"Kamu bener bakal les sampe tuntas? Ga akan berhenti di tengah jalan lagi?"
"Adek mau pake sepatu? Sini sini Bunda bantu"
[KARENA...]
Meremehkan anak termasuk dalam kelompok perlakuan kekerasan emosi. Anak yang mengalami kekerasan emosi secara terus menerus akan mengalami gangguan emosi, seperti perasan takut, cemas, penilaian terhadap diri yang rendah, dan belajar meremehkan orang lain.
Meremehkan, menurut psikolog anak, Perwitasari dari Yayasan Kita dan Buah Hati, membuat anak merasa tidak berharga atau tidak dihargai sehingga anak akan mencari cara lain untuk bisa dihargai, misalnya dengan menyombongkan diri. Orang yang sombong sebetulnya adalah orang yang tidak percaya diri, dia takut diremehkan bila dia merendahkan diri, cenderung menjadi megaloman, sok kuasa, dan berambisi untuk mendapat apa yang diinginkan agar mendapat pengakuan dari orang lain.
Membantu anak terlalu dini saat ia sedang melakukan sesuatu, tanpa sadar membawa orangtua 'meremehkan' kemampuan anak. Memang biasanya karena sayang para orangtua membantu anaknya, namun sikap ini memangkas kesempatan anak untuk mencoba dan membuktikan bahwa dirinya mampu.
Setiap anak adalah pohon berbunga. Meremehkan adalah gunting bagi setiap kuntum yang baru akan mekar. Ia akan kehilangan kesempatan menunjukkan keindahannya.
[BEGINI SEBAIKNYA]
1. Apresiasi usaha terbaiknya, terima perasaannya dan dukung untuk terus berusaha jika anak mengalami kesulitan
"Masa gitu aja ga bisa" diubah menjadi,
"Bisa Nak? Susah ya? Segini sudah hebat usahanya, jika tekun berusaha pasti berhasil. Masih mau menyelesaikan sendiri?"
2. Bantu anak mengukur dirinya dengan kalimat tanya
"Kamu bener bakal les sampe tuntas? Ga akan berhenti di tengah jalan lagi?", diubah menjadi,
"kalo ikut les ini, waktu dan energimu masih cukup untuk kegiatan lain?"
3. Biarkan anak menyelesaian perjuangannya sampai tuntas, dukung dengan menerima perasaan anak dan memberi tips cara yang lebih mudah
"Adek mau pake sepatu? Sini sini Bunda bantu" diubah menjadi,
"Susah ya pake sepatunya, hebat lo Adek mau pake sepatu sendiri. Hmm, coba Adek lihat Bunda, kayak gini lebih mudah pakenya"
Ikuti terus Serial Parenting kami di sini ya Ayah Bunda http://bit.ly/SerialParenting
#YayasanKitadanBuahHati
#EllyRismanParentingInstitute
#ParentingEraDigital
#ParentingChannel

Ditulis Pada: 13 March 2018, Pukul: 05:00:01















Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sarra Risman | Saya dibesarkan dengan tujuan. Ada target, ada finish line, ada goal. Tidak sekedar menjadi ‘anak shalihah yang berguna bagi keluarga, agama, dan bangsa’, seperti doa-doa umum yang seri

Saya dibesarkan dengan tujuan. Ada target, ada finish line, ada goal. Tidak sekedar menjadi 'anak shalihah yang berguna bagi keluarga, agama, dan bangsa', seperti doa-doa umum yang sering kita katakan ketika mendengar berita kelahiran seorang bayi. Dari saya kecil, ibu saya tampaknya sudah mengikuti 'developmental milestone' yang menjelaskan bahwa anak usia segini, seharusnya sudah bisa begini. Kami dapat tugas khusus masing-masing, seperti kakak jadi tukang cuci baju, saya ahli cuci kamar mandi, dan adik sapu dan pel. Tugas tersebut berotasi sesuai usia, kebutuhan, dan (karena kami hidup nomaden) tempat tinggal. Tentunya rumah di Amerika, yang tertutup karpet dari ujung ke ujung, tidak membutuhkan sapu dan pel. Tugas juga di bagi sesuai dengan kebutuhan, jadi ketika ramadhan tiba, dan pembantu pulang, kakak bertugas menyiapkan sahur, saya dan adik merapihkan setelah sahur. Siangan dikit kakak memasak, adik mencuci, saya tukang setrika. Sampai kesepakatan rotasi berikut...

Silmy Risman | #SilmyShares:

#SilmyShares: Bersyukur itu seperti cinta. Tidak banyak makna jika cuma berbentuk kata-kata. Ia lebih nyata jika ditunjukkan lewat perilaku dan sikap kita. Saya beri contoh ya. Kalau ada pasangan A, yang suaminya bilang "I love you deh Say.." setiap hari tapi sikapnya kasar atau bahasa tubuhnya tidak hangat dan sering nyindir atau marah.. Dan pasangan B yang suaminya jarang memberikan kata-kata cinta tapi sering senyum, suka memuji dan ringan dalam membantu urusan anak atau pekerjaan di rumah.. Dalam jangka panjang, pilih mana? Nah sama dengan bersyukur. Kalau cuma menyatakan diri sebagai hamba tuhan yang bersyukur tapi setiap hari mengeluh, iri, dan ngomongin orang... Mana syukurnya? Nggak dihitung dan pastinya (apalagi bagi orang-orang sekitar) tidak terasa. Syukur itu harus sempat. Jangan hanya dalam doa setelah shalat (yang kadang itupun masih suka telat hehehe). Mulai bersyukur dari hal-hal kecil; masih punya tempat tinggal, bisa garuk kalau gatal (bayangin kalo nggak ...

Wina Risman | Memasukkan anak sekolah:

Memasukkan anak sekolah: Untuk anak atau ibu? Iya, saya paham. 10 menit keheningan terkadang sangat diperlukan seorang ibu,untuk tetap waras. Apalagi mereka yang mempunyai dua balita dibawah satu atap. Rangkaian pekerjaan yang sudah tersusun rapi di otak, detik ketika kita bangun pagi, seakan sudah menjadi otomatis tersedia. Satu menyambung dengan yang lainnya, hingga tak terasa, sudah waktunya mentari tenggelam lagi. Bahkan, setelah malampun tiba, masih ada sederet dua benda tersisa yang mesti diselesaikan, sebelum akhirnya tubuh mendapatkan haknya untuk baring dan kaki untuk selonjoran. Iya saya paham. Hanya saja, berangkat dari kepenatan harian yang sudah menahun, membuat seorang ibu seakan-akan merasa punya alasan, kenapa buah hatinya mesti segera disekolahkan. Sudah bosan di rumah Biar belajar bergaul Menstimulus berbicara Belajar sharing dan bermain bersama Anaknya sudah minta dll, dll... Sebetulnya, jika ditanya, terutama pada ibu yang menyekolahkan anaknya diusia 3th atau sebe...