Langsung ke konten utama

JIKA ANAK MINTA DIBELIKAN HP...

JIKA ANAK MINTA DIBELIKAN HP...

.
Banyak orangtua yang mengeluhkan tentang hal ini. Ada yang bingung apakah akan dituruti atau tidak, mengingat kawan-kawan anak kita hampir semua sudah punya.

Ada yang percaya diri dengan sederet peraturan, namun juga masih bertanya-tanya, akankah ini berjalan sesuai yang seharusnya? Ada juga yang kemudian menjadi serba cemas ketika sudah (terlanjur) memberikan, apa yang seharusnya saya lakukan?

Berikut adalah kisah yang diceritakan oleh Kak Syarief Ahmad, Konselor Remaja Yayasan Kita dan Buah Hati, yang juga menjadi guru BK di sekolah.

~~~
Suatu ketika saya didatangi oleh orang tua siswa SMP berpakaian hitam biru.

"Pak Syarief, saya bingung nih. Anak saya sudah minta HP. Tolong dong ajak ngobrol, kenapa jadi begini?".

Mendengar perkataan orang tua siswa tersebut, saya ajaklah anak SMP laki-laki yang tingginya sebahu saya untuk duduk di ruang BK. Saya ajak ngobrol mulai dari hobi dan kesukaan anak tersebut, kegiatan/aktivitas sehari-hari, hingga hubungan keluarganya.

Dari hasil pembicaraan saya dan anak tersebut saya rangkum sbb:

1. Anak butuh HP untuk hiburan, ia bahkan bingung ketika waktu luang mau ngapain karena di rumahnya gak ada sarana hiburan apalagi teman bermain.

2. Anak butuh bermain medsos untuk menuliskan cerita tentang kejadian yang dialaminya

.
Dari hasil tersebut saya segera mengajak orang tua anak ini untuk berbincang lebih dalam. Mulai dari hobi orang tua, aktivitas sehari-hari, hingga interaksi dengan keluarga.

Saat berbincang mengenai keinginan anak untuk dibelikan HP, tiba-tiba saya teringat sebuah jurnal tentang penggunaan gadget yang mengutip sebuah teori kebutuhan seseorang menggunakan gadget.

Saya jelaskan sesuai dengan teori tersebut bahwa ada 5 alasan seseorang menggunakan gadget :

1. Kebutuhan kognitif = Berhubungan dengan informasi, pengetahuan dan pemahaman. Kebutuhan ini bertujuan memuaskan rasa penasaran dan dorongan untuk menambah wawasan individu.

2. Kebutuhan afektif = Berhubungan dengan pengalaman estetika, kesenangan, dan emosional.

3. Kebutuhan integrasi pribadi = Berhubungan dengan kredibilitas, keyakinan atau kepercayaan, stabilitas dan status individu agar diakui orang lain.

4. Kebutuhan integrasi sosial = Berhubungan dengan komunikasi orang lain yakni keluarga, teman dan dunia luar.

5. Kebutuhan pelarian = Berhubungan dengan keinginan untuk melarikan diri dari kondisi tegang, emosi, kesepian, dan kurangnya dukungan sosial maka membutuhkan hiburan sebagai solusinya.

.
Usai saya menjelaskan mengenai hal tersebut, si Bapak pun mengangguk-angguk dan berkata pada saya dengan suara lirihnya:

"Berarti anak saya mau punya HP untuk kebutuhan afektif, kebutuhan sosial, dan pelarian ya pak?, Apakah bisa kebutuhan itu dipenuhi selain dengan HP pak?".

Sayapun tersenyum dan terjadilah percakapan berikut :

S = Saya
B = Bapak/Orang Tua Siswa SMP

S : Menurut Bapak, bagaimana anak ini mendapatkan hiburannya?
B : Saya akan diskusi deh dengan anak saya, hobi dan kesukaannya apa, kira-kira waktu-waktu kapan saja ia butuh hiburan/kegiatan. Nah, dari hasil diskusi tersebut saya akan ajak dia untuk membuat jadwal mengisi waktu luang tetapi dengan kegiatan yang positif.
S : Lalu, bagaimana dengan anak bapak yang butuh menceritakan kejadiannya setiap hari?
B : Saya akan meluangkan waktu saya setelah pulang kerja, saat makan malam saya akan mendengarkan cerita tentang kejadian-kejadian yang dialaminya. Saya akan coba berikan pujian atau sentuhan agar anak saya merasa ada yang memperhatikan dan sayang sama dia.
S : Apa yakin cara-cara yang bapak sebutkan bisa dilakukan? Jika anak bapak tidak mau atau menolak bagaimana?
B : Hmmm kalo begitu, saya dan istri saya akan minta maaf dulu. Karena saya dan istri kurang memperhatikan dia. Dan saya juga berjanji akan berbuat sebaik mungkin untuk anak saya.
S : Berarti sekarang apakah anak Bapak akan dibelikan HP?
B : Belum perlu pak untuk saat ini. Tapi saya akan lihat dulu kebutuhan dia apa. Selagi bisa menggunakan HP orang tua untuk kebutuhan berkomunikasi atau mendapatkan informasi silahkan saja. Tapi jika untuk kebutuhan yang lain saya belum bisa berikan.

Usai mengucapkan pesan tersebut, si Bapak langsung menjabat tangan saya dan segera meninggalkan ruangan.

Bagi para orang tua dan calon orang tua, catatan penting dari obrolan ini adalah tanyakan kepada anak apakah sesuatu yang diinginkan merupakan kebutuhan penting dan mendesak atau bisa ditunda bahkan diganti alternatif lain.

..............bagaimana jika sudah terlanjur dibelikan?
.
.
.
Simak artikel selanjutnya yaa :)


Ditulis Pada: 29 July 2016, Pukul: 04:48:39

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sarra Risman | Saya dibesarkan dengan tujuan. Ada target, ada finish line, ada goal. Tidak sekedar menjadi ‘anak shalihah yang berguna bagi keluarga, agama, dan bangsa’, seperti doa-doa umum yang seri

Saya dibesarkan dengan tujuan. Ada target, ada finish line, ada goal. Tidak sekedar menjadi 'anak shalihah yang berguna bagi keluarga, agama, dan bangsa', seperti doa-doa umum yang sering kita katakan ketika mendengar berita kelahiran seorang bayi. Dari saya kecil, ibu saya tampaknya sudah mengikuti 'developmental milestone' yang menjelaskan bahwa anak usia segini, seharusnya sudah bisa begini. Kami dapat tugas khusus masing-masing, seperti kakak jadi tukang cuci baju, saya ahli cuci kamar mandi, dan adik sapu dan pel. Tugas tersebut berotasi sesuai usia, kebutuhan, dan (karena kami hidup nomaden) tempat tinggal. Tentunya rumah di Amerika, yang tertutup karpet dari ujung ke ujung, tidak membutuhkan sapu dan pel. Tugas juga di bagi sesuai dengan kebutuhan, jadi ketika ramadhan tiba, dan pembantu pulang, kakak bertugas menyiapkan sahur, saya dan adik merapihkan setelah sahur. Siangan dikit kakak memasak, adik mencuci, saya tukang setrika. Sampai kesepakatan rotasi berikut...

Silmy Risman | #SilmyShares:

#SilmyShares: Bersyukur itu seperti cinta. Tidak banyak makna jika cuma berbentuk kata-kata. Ia lebih nyata jika ditunjukkan lewat perilaku dan sikap kita. Saya beri contoh ya. Kalau ada pasangan A, yang suaminya bilang "I love you deh Say.." setiap hari tapi sikapnya kasar atau bahasa tubuhnya tidak hangat dan sering nyindir atau marah.. Dan pasangan B yang suaminya jarang memberikan kata-kata cinta tapi sering senyum, suka memuji dan ringan dalam membantu urusan anak atau pekerjaan di rumah.. Dalam jangka panjang, pilih mana? Nah sama dengan bersyukur. Kalau cuma menyatakan diri sebagai hamba tuhan yang bersyukur tapi setiap hari mengeluh, iri, dan ngomongin orang... Mana syukurnya? Nggak dihitung dan pastinya (apalagi bagi orang-orang sekitar) tidak terasa. Syukur itu harus sempat. Jangan hanya dalam doa setelah shalat (yang kadang itupun masih suka telat hehehe). Mulai bersyukur dari hal-hal kecil; masih punya tempat tinggal, bisa garuk kalau gatal (bayangin kalo nggak ...

Wina Risman | Memasukkan anak sekolah:

Memasukkan anak sekolah: Untuk anak atau ibu? Iya, saya paham. 10 menit keheningan terkadang sangat diperlukan seorang ibu,untuk tetap waras. Apalagi mereka yang mempunyai dua balita dibawah satu atap. Rangkaian pekerjaan yang sudah tersusun rapi di otak, detik ketika kita bangun pagi, seakan sudah menjadi otomatis tersedia. Satu menyambung dengan yang lainnya, hingga tak terasa, sudah waktunya mentari tenggelam lagi. Bahkan, setelah malampun tiba, masih ada sederet dua benda tersisa yang mesti diselesaikan, sebelum akhirnya tubuh mendapatkan haknya untuk baring dan kaki untuk selonjoran. Iya saya paham. Hanya saja, berangkat dari kepenatan harian yang sudah menahun, membuat seorang ibu seakan-akan merasa punya alasan, kenapa buah hatinya mesti segera disekolahkan. Sudah bosan di rumah Biar belajar bergaul Menstimulus berbicara Belajar sharing dan bermain bersama Anaknya sudah minta dll, dll... Sebetulnya, jika ditanya, terutama pada ibu yang menyekolahkan anaknya diusia 3th atau sebe...