Langsung ke konten utama

Dalam suatu majelis, Rasulullah saw mengingatkan para sahabatnya, “Hormatilah anak-anakmu dan didiklah mereka. Allah swt memberi rahmat kepada seseorang yang membantu anaknya sehingga sang anak dapat

Dalam suatu majelis, Rasulullah saw mengingatkan para sahabatnya, "Hormatilah anak-anakmu dan didiklah mereka. Allah swt memberi rahmat kepada seseorang yang membantu anaknya sehingga sang anak dapat berbakti kepadanya."

Salah seorang sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, bagaimana cara membantu anakku sehingga ia dapat berbakti kepadaku?"

Nabi menjawab :
1. menerima usahanya walaupun kecil,
2. memaafkan kekeliruannya,
3. tidak membebaninya dengan beban yang berat, dan
4. tidak pula memakinya dengan makian yang melukai hatinya."

(H.R. Abu Daud)

~~~~~
Ibu : 2+2 berapa Bang?
Anak : 5
Ibu : Ih, kan udah diajarin. Jangan lemot gitu dong ah

Ayah : Kak, ada Ayah pulang kok malah masuk kamar? Mau kurang ajar kamu sama orangtua?
Anak : Waktu aku kecil, tiap aku minta temenin ngerjain PR, Ayah juga bilang sibuk

Sering kita mendengar ajaran agar sebagai anak haruslah berbakti pada orangtua dan menghindari perbuatan durhaka pada mereka.

Namun, jarang sekali sebagai orangtua kita mengetahui, bahwa kita pun perlu membantu dan mendidik mereka bagaimana caranya berbakti.

Bagaimana mungkin seseorang bisa memasak dengan enak, jika tidak pernah diajari caranya.

Bagaimana mungkin seseorang bisa bertutur kata baik, jika sehari-hari hinaan dan cemoohan yang ia dengar.

~~~~
Dikisahkan suatu peristiwa saat Umar bin Khattab menjadi khalifah. Seorang bapak melaporkan kekerasan yang dilakukan oleh anaknya. Ayah tersebut sedih dan melaporkan hal tersebut pada Khalifah.

Umar : Seperti apa kelakuan anakmu?

Bapak : Anakku berbicara kasar dan membentak. Dia pernah menendangku. Dia juga tak segan-segan memukul. Dan masih banyak perbuatan durhaka yang lain.

Umar : Baiklah, kami akan bawa anakmu ke sini.

Selang beberapa waktu, sang anak hadir dalam 'persidangan' tersebut.

Umar : Anak muda! Kenapa kamu berani bertindak kasar kepada Ayahmu. Apakah kamu tidak tahu kalau Allah memerintahkan anak berbakti kepada orang tuanya.

Anak : Wahai Amirul Mukminin, jangan buru-buru menilaiku buruk. Aku akan jelaskan kepada Anda apa yang terjadi sebenarnya.

Umar : Katakan sekarang!

Anak : Wahai Amirul Mukminin, saya tahu bahwa seorang ayah memiki hak yang harus ditunaikan buah hatinya. Tapi, bukankah seorang anak juga memiliki hak yang harus dipenuhi ayahnya?

Umar : Benar.

Bapak : Lalu apa hak anak yang wajib ditunaikan ayahnya?

Umar : Ada tiga kewajiban. Pertama, memilihkan calon ibu yang baik, jangan sampai memilih wanita yang sifatnya tercela dan suka berbuat maksiat. Kedua, memberi nama yang indah dan baik. Ketiga, mengajarinya menghafalkan Al-Quran.

Anak : Amirul Mukminin! Demi Allah! Ayahku tidak menunaikan kewajiban tersebut satu pun!

Umar : Kenapa?

Anak : Ibu saya adalah budak hitam yang ayahku beli dengan harga hanya 2 dirham. Kemudian ibu saya hamil. Ketika saya lahir, ayah menamiku Ju'al (si hitam). Selain itu, ayahku tidak pernah mengajarkan Al-Quran kepadaku. Di sini saya ingin menjelaskan bahwa saya terlahir dari rahim seorang budak wanita dan ayahku tidak menghendaki aku terlahir ke dunia ini. Dia tidak mau memberiku nama yang baik seperti Abdullah atau Ahmad. Juga tidak pernah mengajarkan Al-Quran.

Perkataan itu membuat Umar menyimpulkan bahwa yang durhaka sebenarnya bukan sang anak, melainkan sang ayah.

Umar : Masalah kalian ini terjadi bukan karena ulah sang anak. Yang sebenarnya salah adalah engkau, sang Ayah. Engkau tidak bisa mendidik anakmu dengan benar sejak ia lahir. Kamu juga tidak memikirkan akibatnya nanti. Inilah akibat yang harus kamu tanggung.

#IslamicBasedParenting
#YKBH #YayasanKitadanBuahHati
#JumatBarakah


Ditulis Pada: 04 August 2017, Pukul: 13:13:44

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sarra Risman | Saya dibesarkan dengan tujuan. Ada target, ada finish line, ada goal. Tidak sekedar menjadi ‘anak shalihah yang berguna bagi keluarga, agama, dan bangsa’, seperti doa-doa umum yang seri

Saya dibesarkan dengan tujuan. Ada target, ada finish line, ada goal. Tidak sekedar menjadi 'anak shalihah yang berguna bagi keluarga, agama, dan bangsa', seperti doa-doa umum yang sering kita katakan ketika mendengar berita kelahiran seorang bayi. Dari saya kecil, ibu saya tampaknya sudah mengikuti 'developmental milestone' yang menjelaskan bahwa anak usia segini, seharusnya sudah bisa begini. Kami dapat tugas khusus masing-masing, seperti kakak jadi tukang cuci baju, saya ahli cuci kamar mandi, dan adik sapu dan pel. Tugas tersebut berotasi sesuai usia, kebutuhan, dan (karena kami hidup nomaden) tempat tinggal. Tentunya rumah di Amerika, yang tertutup karpet dari ujung ke ujung, tidak membutuhkan sapu dan pel. Tugas juga di bagi sesuai dengan kebutuhan, jadi ketika ramadhan tiba, dan pembantu pulang, kakak bertugas menyiapkan sahur, saya dan adik merapihkan setelah sahur. Siangan dikit kakak memasak, adik mencuci, saya tukang setrika. Sampai kesepakatan rotasi berikut...

Silmy Risman | #SilmyShares:

#SilmyShares: Bersyukur itu seperti cinta. Tidak banyak makna jika cuma berbentuk kata-kata. Ia lebih nyata jika ditunjukkan lewat perilaku dan sikap kita. Saya beri contoh ya. Kalau ada pasangan A, yang suaminya bilang "I love you deh Say.." setiap hari tapi sikapnya kasar atau bahasa tubuhnya tidak hangat dan sering nyindir atau marah.. Dan pasangan B yang suaminya jarang memberikan kata-kata cinta tapi sering senyum, suka memuji dan ringan dalam membantu urusan anak atau pekerjaan di rumah.. Dalam jangka panjang, pilih mana? Nah sama dengan bersyukur. Kalau cuma menyatakan diri sebagai hamba tuhan yang bersyukur tapi setiap hari mengeluh, iri, dan ngomongin orang... Mana syukurnya? Nggak dihitung dan pastinya (apalagi bagi orang-orang sekitar) tidak terasa. Syukur itu harus sempat. Jangan hanya dalam doa setelah shalat (yang kadang itupun masih suka telat hehehe). Mulai bersyukur dari hal-hal kecil; masih punya tempat tinggal, bisa garuk kalau gatal (bayangin kalo nggak ...

Wina Risman | Memasukkan anak sekolah:

Memasukkan anak sekolah: Untuk anak atau ibu? Iya, saya paham. 10 menit keheningan terkadang sangat diperlukan seorang ibu,untuk tetap waras. Apalagi mereka yang mempunyai dua balita dibawah satu atap. Rangkaian pekerjaan yang sudah tersusun rapi di otak, detik ketika kita bangun pagi, seakan sudah menjadi otomatis tersedia. Satu menyambung dengan yang lainnya, hingga tak terasa, sudah waktunya mentari tenggelam lagi. Bahkan, setelah malampun tiba, masih ada sederet dua benda tersisa yang mesti diselesaikan, sebelum akhirnya tubuh mendapatkan haknya untuk baring dan kaki untuk selonjoran. Iya saya paham. Hanya saja, berangkat dari kepenatan harian yang sudah menahun, membuat seorang ibu seakan-akan merasa punya alasan, kenapa buah hatinya mesti segera disekolahkan. Sudah bosan di rumah Biar belajar bergaul Menstimulus berbicara Belajar sharing dan bermain bersama Anaknya sudah minta dll, dll... Sebetulnya, jika ditanya, terutama pada ibu yang menyekolahkan anaknya diusia 3th atau sebe...