Langsung ke konten utama

Adalah kebaikan dari Allah swt mengaruniakan kita mesin kerja utama bernama otak yang bersifat plastis. Secara struktur, sifatnya tidak seperti kertas yang dicoret tinta, sekali menoreh tak bisa dihap

Adalah kebaikan dari Allah swt mengaruniakan kita mesin kerja utama bernama otak yang bersifat plastis. Secara struktur, sifatnya tidak seperti kertas yang dicoret tinta, sekali menoreh tak bisa dihapus.

Otak seperti papar whiteboard dan spidol boardmarker, setelah ditulisi masih bisa dihapus untuk ditulis ulang. Mekanisme ini secara ilmiah disebut neuroplastisitas. Neuroplastisitas memungkinkan manusia terus belajar sepanjang hayat.

Selama abad ke-20, para ilmuwan neurosains meyakini bahwa struktur otak relatif tetap setelah periode kritis (masa emas) selama kecil. Keyakinan ini runtuh oleh penemuan-penemuan terbaru yang menunjukkan bahwa otak terus berubah struktur hingga dewasa. Namun, keyakinan baru ini tidak meruntuhkan konsep bahwa di masa emas otak "belajar" jauh lebih banyak daripada saat dewasa.

Anak kita, sebagaimana kita sendiri, diciptakan menjadi makhluk yang (seharusnya) terus belajar dari pengalaman dan lingkungan. Setiap kali otak belajar dari pengalaman baru, terjadi perubahan struktur pada otak.

Atas dasar kebaikan Allah ini pula lah, Ia memungkinkan kita terus memperbaiki kesalahan pengasuhan yang kita lakukan pada diri kita sendiri dan anak-anak.

Mulai dari mana? Dari niat yang baik dan berdoa. Secara saintifik, perubahan struktur otak dimulai sepersekian detik ketika kita mulai berniat akan melakukan sesuatu. Agak cocoklogi juga dikaitkan dengan mengapa kita sudah diberi pahala ketika sudah berniat baik.

Mengapa dimulai dari berdoa? Karena godaan untuk melakukan kesalahan yang sudah terekam di struktur otak masih sangat mungkin terjadi. Allah saja lah sang Pemberi Kekuatan agar kita terhindar darinya.

Selanjutnya, meminta maaf. Mengakui kesalahan terhadap diri sendiri dan anak-anak adalah langkah awal pembentukan struktur baru bagi otak kita agar tidak menggunakan struktur pola pengasuhan lama yang sudah salah.

Apalagi? Konsisten berlatih. Keras kepala lah dalam berubah menjadi lebih baik. Jika pola lama kita tinggalkan 100%, strukturnya bahkan bisa menghilang lho dan tergantikan struktur untuk pola pengasuhan baru yang baik.

Latihan dengan konsisten ini sama seperti kita membuat jalan tol. Sekali latihan mengasuh dengan baik, seperti menabur pasir kerikil. Beberapa kali latihan, seperti menuang aspal. Ratusan kali latihan, seperti memadatkan dengan alat berat. Ribuan kali latihan, seperti menuang aspal dan kerikil kembali.

Teruuuuus saja konsisten. Lama-lama jalan tolnya jadi, mobil kita bisa lancar meluncur di atasnya. Kita jadi otomatis bersikap dan mengasuh diri dan anak kita dengan cara-cara yang benar, baik, dan menyenangkan.

Yuk, kita niatkan dan berdoa dengan sadar dan ikhlas, meminta maaf kepada diri dan anak-anak dengan tulus, serta konsisten berubah dengan sabar. Mudah-mudahan Allah menuntun kita dengan petunjukNya, bagaimana cara mengasuh diri dan anak-anak kita dengan benar, baik, dan menyenangkan :)

#BrainBasedParenting #YayasanKitadanBuahHati #YKBH #Parenting


Ditulis Pada: 03 April 2017, Pukul: 03:20:19

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sarra Risman | Saya dibesarkan dengan tujuan. Ada target, ada finish line, ada goal. Tidak sekedar menjadi ‘anak shalihah yang berguna bagi keluarga, agama, dan bangsa’, seperti doa-doa umum yang seri

Saya dibesarkan dengan tujuan. Ada target, ada finish line, ada goal. Tidak sekedar menjadi 'anak shalihah yang berguna bagi keluarga, agama, dan bangsa', seperti doa-doa umum yang sering kita katakan ketika mendengar berita kelahiran seorang bayi. Dari saya kecil, ibu saya tampaknya sudah mengikuti 'developmental milestone' yang menjelaskan bahwa anak usia segini, seharusnya sudah bisa begini. Kami dapat tugas khusus masing-masing, seperti kakak jadi tukang cuci baju, saya ahli cuci kamar mandi, dan adik sapu dan pel. Tugas tersebut berotasi sesuai usia, kebutuhan, dan (karena kami hidup nomaden) tempat tinggal. Tentunya rumah di Amerika, yang tertutup karpet dari ujung ke ujung, tidak membutuhkan sapu dan pel. Tugas juga di bagi sesuai dengan kebutuhan, jadi ketika ramadhan tiba, dan pembantu pulang, kakak bertugas menyiapkan sahur, saya dan adik merapihkan setelah sahur. Siangan dikit kakak memasak, adik mencuci, saya tukang setrika. Sampai kesepakatan rotasi berikut...

Silmy Risman | #SilmyShares:

#SilmyShares: Bersyukur itu seperti cinta. Tidak banyak makna jika cuma berbentuk kata-kata. Ia lebih nyata jika ditunjukkan lewat perilaku dan sikap kita. Saya beri contoh ya. Kalau ada pasangan A, yang suaminya bilang "I love you deh Say.." setiap hari tapi sikapnya kasar atau bahasa tubuhnya tidak hangat dan sering nyindir atau marah.. Dan pasangan B yang suaminya jarang memberikan kata-kata cinta tapi sering senyum, suka memuji dan ringan dalam membantu urusan anak atau pekerjaan di rumah.. Dalam jangka panjang, pilih mana? Nah sama dengan bersyukur. Kalau cuma menyatakan diri sebagai hamba tuhan yang bersyukur tapi setiap hari mengeluh, iri, dan ngomongin orang... Mana syukurnya? Nggak dihitung dan pastinya (apalagi bagi orang-orang sekitar) tidak terasa. Syukur itu harus sempat. Jangan hanya dalam doa setelah shalat (yang kadang itupun masih suka telat hehehe). Mulai bersyukur dari hal-hal kecil; masih punya tempat tinggal, bisa garuk kalau gatal (bayangin kalo nggak ...

Wina Risman | Memasukkan anak sekolah:

Memasukkan anak sekolah: Untuk anak atau ibu? Iya, saya paham. 10 menit keheningan terkadang sangat diperlukan seorang ibu,untuk tetap waras. Apalagi mereka yang mempunyai dua balita dibawah satu atap. Rangkaian pekerjaan yang sudah tersusun rapi di otak, detik ketika kita bangun pagi, seakan sudah menjadi otomatis tersedia. Satu menyambung dengan yang lainnya, hingga tak terasa, sudah waktunya mentari tenggelam lagi. Bahkan, setelah malampun tiba, masih ada sederet dua benda tersisa yang mesti diselesaikan, sebelum akhirnya tubuh mendapatkan haknya untuk baring dan kaki untuk selonjoran. Iya saya paham. Hanya saja, berangkat dari kepenatan harian yang sudah menahun, membuat seorang ibu seakan-akan merasa punya alasan, kenapa buah hatinya mesti segera disekolahkan. Sudah bosan di rumah Biar belajar bergaul Menstimulus berbicara Belajar sharing dan bermain bersama Anaknya sudah minta dll, dll... Sebetulnya, jika ditanya, terutama pada ibu yang menyekolahkan anaknya diusia 3th atau sebe...