Langsung ke konten utama

#7 Guideline Pengasuhan 2 : BRAIN BASED (Berlandaskan Perkembangan Otak)

#7 Guideline Pengasuhan 2 : BRAIN BASED (Berlandaskan Perkembangan Otak)

.
.
Setiap anak lahir dengan fitrah yang sudah tertanam dalam sebuah organ paling penting yang terlindung sempurna di tempurung kepala kita. Seluruh aktifitas tubuh kita diatur di dalamnya, baik yang bisa kita kontrol maupun yang tidak dapat kita kontrol.
.
Yup, otak kita adalah mesin utama tubuh kita.
.
Selain mengatur detak jantung, kerja paru-paru, gerakan lambung, usus, bola mata, tangan serta kaki, otak juga mengatur emosi, tempat berpikir, menimbang, menyimpan dan mengelola nilai dan moral, memperkirakan resiko dan konsekuensi, dan yang paling penting adalah membuat keputusan.
.
Ternyata, selain sudah diatur dalam paket DNA, perkembangan dan cara otak bekerja juga dipengaruhi oleh pengasuhan yang didapatkan seseorang sejak kecil.
.
Momen Pemilu Presiden tahun 2014 lalu adalah bukti nyata bahwa perbedaan pengasuhan (oleh orangtua di rumah, guru di sekolah, dan kultur lingkungan serta media) bisa membentuk pola pikir dan cara bersikap seseorang menjadi sangat berbeda dan unik.
.
Ada orang yang memaksakan pandangan bahwa pilihannya adalah yang terbaik, ada yang bisa menerima perbedaan pilihan, ada yang mengutarakan kehebatan pilihannya dengan menjelekkan pesaingnya, ada yang bisa menerima kelebihan pesaingnya dan menerima kekurangan pilihannya.
.
Kita juga bisa melihat realita bahwa ada orang yang memiliki prestasi dan kemampuan berkelas internasional.
.
Disamping itu juga ada orang yang menjadi pelaku kejahatan. Apa yang membedakan keduanya? Apakah memang sudah tertakdir bahwa ada orang yang diciptakan menjadi malaikat dan ada orang yang dilahirkan untuk menjadi penjahat? TIDAK.
.
Setiap anak diciptakan dan lahir dalam keadaan suci dan baik. Orangtua, pendidik, dan lingkunganlah yang membentuk ia menjadi seperti apa ketika dewasa.
.
Semua pengalaman hidup yang seseorang alami, terekam di dalam otak, membentuk jalur berpikir dan bersikap hingga ia wafat.
.
Sekarang pertanyaannya adalah anak yang otaknya seperti apa yang akan kita kembalikan kepada Penciptanya?
.
Jika kita menerimannya dalam keadaan baik dan suci, logikanya, kita minimal mengembalikan seperti saat dititipkan pada kita, dan maksimal kita kembalikan dalam keadaan terbaik (BEST).
.
Jadi, apa yang kita harus lakukan? Yup, rawat anak kita sesuai dengan bagaimana 'mesin utama' anak kita bekerja. Brain-based parenting.
.
Bagaimana caranya?
.
Pertama, orangtua perlu mengetahui tentang tahapan perkembangan anak berdasarkan perkembangan otaknya.
.
Pemahaman mengenai perkembangan otak ini sangat penting karena dengan hal ini kita bisa membuat kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan, misalnya ketika anak berusia 0-2 tahun membutuhkan stimulasi sebanyak-banyaknya dari kedua orangtua, karena selain untuk membantunya tumbuh dan berkembang secara optimal dalam aspek fisik, namun juga secara emosi, sosial, dan semua aspek perkembangan lainnya.
.
Kita juga jadi mengetahui bahwa usia 3-5 tahun adalah saat yang tepat untuk menstimulasi kecerdasan moral dan sosial anak, dimana otak yang mengatur nilai dan moral sedang berkembang dititik yang paling pesat.
.
Begitu juga ketika remaja kita mulai melawan, dengan memahami bahwa memang ia sedang mengalami restrukturisasi sambungan sel sarafnya sekaligus terjadi badai hormon yang diatur oleh otak, kita jadi lebih waras untuk tidak terpancing emosi dan marah-marah.
.
Dari ilmu ini kita jadi tahu mengapa anak kita tidak perlu digegas bisa calistung pada usia kurang dari 7 tahun. Tapi, Imam Syafi'I kan bisa menghafal alquran di usia yang sangat belia. Yuk, kita berhenti membanding-bandingkan. Anak kita dan Imam Syafi'I tidak memiliki DNA yang sama.
.
Memang boleh mengambil contoh sebagai benchmark. Tapi, dalam aplikasinya dudukkan sesuai konteks. Imam Syafi'I dikaruniai Allah otak yang genius, konon ada yang menyebutkan bahwa ia termasuk manusia gifted seperti halnya Albert Einstein. Selain itu, ia memiliki orangtua yang super. Apakah kita sudah sesuper kedua orangtua Imam Syafi'i?
.
Dengan memahami cara kerja otak, kita juga jadi tahu cara berkomunikasi yang tepat dengan anak kita sesuai usianya. Apakah kita harus menghibur dan menasehati ketika emosi anak sedang bermasalah? Apa akibatnya pada masa depan anak jika kita terlalu sering mengancam dan melabel dengan kata-kata negatif?
.
Seperti halnya mesin pada gadget kita, 'mesin utama' manusia juga ada do's & don'ts-nya. Ada hal-hal yang boleh dilakukan dan ada yang tidak boleh dilakukan.
.
Gadget kita saja jadi awet jika kita menghindari larangan yang ditentukan oleh pabrik pembuatnya. Anak kita, lebih dari gadget, jika kita merawatnya dengan baik, ia bisa tumbuh dan berkembang sebagai manusia yang lebih baik dari kita, orangtua yang merawatnya.

~~~~~~~
Di artikel selanjutnya, kita akan membahas lebih detail tentang guideline pengasuhan yang ke-3, yang menjadi pondasi dari jiwa anak sehingga menjadi pribadi tangguh di era digital, yaitu Dual Parenting.
.
Mulai 14/06/16, kami akan memposting serial artikel parenting setiap hari Selasa dalam folder foto "SERIAL PARENTING with Kakatu dan SEMAI2045".
.
Silakan dibagikan kepada saudara, sahabat, dan orangtua dari teman anak-anak kita jika mendapat manfaat dari artikel kami. Because sharing is caring.


Ditulis Pada: 09 August 2016, Pukul: 08:44:58

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sarra Risman | Saya dibesarkan dengan tujuan. Ada target, ada finish line, ada goal. Tidak sekedar menjadi ‘anak shalihah yang berguna bagi keluarga, agama, dan bangsa’, seperti doa-doa umum yang seri

Saya dibesarkan dengan tujuan. Ada target, ada finish line, ada goal. Tidak sekedar menjadi 'anak shalihah yang berguna bagi keluarga, agama, dan bangsa', seperti doa-doa umum yang sering kita katakan ketika mendengar berita kelahiran seorang bayi. Dari saya kecil, ibu saya tampaknya sudah mengikuti 'developmental milestone' yang menjelaskan bahwa anak usia segini, seharusnya sudah bisa begini. Kami dapat tugas khusus masing-masing, seperti kakak jadi tukang cuci baju, saya ahli cuci kamar mandi, dan adik sapu dan pel. Tugas tersebut berotasi sesuai usia, kebutuhan, dan (karena kami hidup nomaden) tempat tinggal. Tentunya rumah di Amerika, yang tertutup karpet dari ujung ke ujung, tidak membutuhkan sapu dan pel. Tugas juga di bagi sesuai dengan kebutuhan, jadi ketika ramadhan tiba, dan pembantu pulang, kakak bertugas menyiapkan sahur, saya dan adik merapihkan setelah sahur. Siangan dikit kakak memasak, adik mencuci, saya tukang setrika. Sampai kesepakatan rotasi berikut...

Silmy Risman | #SilmyShares:

#SilmyShares: Bersyukur itu seperti cinta. Tidak banyak makna jika cuma berbentuk kata-kata. Ia lebih nyata jika ditunjukkan lewat perilaku dan sikap kita. Saya beri contoh ya. Kalau ada pasangan A, yang suaminya bilang "I love you deh Say.." setiap hari tapi sikapnya kasar atau bahasa tubuhnya tidak hangat dan sering nyindir atau marah.. Dan pasangan B yang suaminya jarang memberikan kata-kata cinta tapi sering senyum, suka memuji dan ringan dalam membantu urusan anak atau pekerjaan di rumah.. Dalam jangka panjang, pilih mana? Nah sama dengan bersyukur. Kalau cuma menyatakan diri sebagai hamba tuhan yang bersyukur tapi setiap hari mengeluh, iri, dan ngomongin orang... Mana syukurnya? Nggak dihitung dan pastinya (apalagi bagi orang-orang sekitar) tidak terasa. Syukur itu harus sempat. Jangan hanya dalam doa setelah shalat (yang kadang itupun masih suka telat hehehe). Mulai bersyukur dari hal-hal kecil; masih punya tempat tinggal, bisa garuk kalau gatal (bayangin kalo nggak ...

Wina Risman | Memasukkan anak sekolah:

Memasukkan anak sekolah: Untuk anak atau ibu? Iya, saya paham. 10 menit keheningan terkadang sangat diperlukan seorang ibu,untuk tetap waras. Apalagi mereka yang mempunyai dua balita dibawah satu atap. Rangkaian pekerjaan yang sudah tersusun rapi di otak, detik ketika kita bangun pagi, seakan sudah menjadi otomatis tersedia. Satu menyambung dengan yang lainnya, hingga tak terasa, sudah waktunya mentari tenggelam lagi. Bahkan, setelah malampun tiba, masih ada sederet dua benda tersisa yang mesti diselesaikan, sebelum akhirnya tubuh mendapatkan haknya untuk baring dan kaki untuk selonjoran. Iya saya paham. Hanya saja, berangkat dari kepenatan harian yang sudah menahun, membuat seorang ibu seakan-akan merasa punya alasan, kenapa buah hatinya mesti segera disekolahkan. Sudah bosan di rumah Biar belajar bergaul Menstimulus berbicara Belajar sharing dan bermain bersama Anaknya sudah minta dll, dll... Sebetulnya, jika ditanya, terutama pada ibu yang menyekolahkan anaknya diusia 3th atau sebe...