Langsung ke konten utama

#22 Tujuan Pengasuhan 3 : Mendidik Anak Perempuan menjadi Ibu Yang Baik

#22 Tujuan Pengasuhan 3 : Mendidik Anak Perempuan menjadi Ibu Yang Baik

Sejak pertama kali istilah parenting diperkenalkan di Indonesia, Yayasan Kita dan Buah Hati melakukan riset kepada para ibu dari berbagai lapisan ekonomi, baik yang bekerja maupun tidak bekerja. Hasilnya, mayoritas keluarga mereka tidak menetapkan tujuan pengasuhan. Sehingga, beberapa anak mereka yang kini menjadi orangtua muda, tidak dipersiapkan menjadi ibu.

Riset yang dilakukan oleh Sa'ad Ibrahim, dalam Tugas Akhirnya menyatakan bahwa 7 dari 10 ibu muda belajar mengenai pengasuhan dengan cara learning by doing seiring perkembangan anaknya. Kini banyak orangtua yang semakin menyadari bahwa ilmu pengasuhan mutlak diperlukan terutama di Era Digital saat ini. Terutama pada orangtua muda yang lahir di Era '80 dan '90an.

Menjamurnya komunitas parenting dan bermunculannya penggerak pengasuhan yang mayoritas diprakarsai dan dijalankan oleh ibu muda, menjadi bukti nyata bahwa perempuan masa kini aktif belajar dan berbagi mengenai bagaimana menjadi orangtua yang terlibat sepenuhnya dalam tumbuh kembang anak, menjadi orangtua yang involve. Bisa jadi hal ini juga didorong oleh kebutuhan dan kesadaran dari dalam diri, bahwa pengasuhan memang perlu dipersiapkan sejak jauh hari.

Seperti anak laki-laki kita yang menjadikan ayahnya sebagai mentor dan mahaguru bagaimana perannya sebagai suami dan ayah, Bunda adalah profesor bagi anak perempuan kita belajar menjadi istri dan ibu. Ia belajar apa saja peran ibu dari bagaimana ibunya mendidik anak-anaknya dan menirunya.

Lebih sederhana daripada peran Ayah sebagai penentu GBHK (Garis Besar Haluan Keluarga) dan pemimpin keluarga yang melindungi dan melayani, peran # dengan baik.

Turunan dari dua hal ini akan sangat banyak dan detail serta relatif tergantung masing-masing keluarga. Misalnya jika nilai yang dianut keluarga kita adalah makan makanan halal dan thayyib, maka ayah boleh mendelegasikan tugas kepada ibu untuk memastikan makanan yang tersaji untuk keluarga memenuhi standar gizi yang baik.

Untuk menjalankan dua peran itu, seperti anak laki-laki kita, anak perempuan kita juga membutuhkan keterampilan komunikasi yang benar, baik, dan menyenangkan. Perlu juga pembiasaan agar anak kita memiliki kemampuan berpikir, memilih, dan mengambil keputusan (BMM). Caranya, perbanyak dialog menggunakan kalimat tanya.

Jiwa ibu adalah lautan rasa, ia mengisi pundi-pundi jiwa anak-anak dengan limpahan kasih sayangnya. Maka, penting bagi anak perempuan kita memiliki kemampuan membaca bahasa tubuh, menerima perasaan orang lain, serta kemampuan mendengar dan menunjukkan kasih sayang.

Seringkali ada kondisi dimana seorang ibu merasa sudah mencurahkan segenap kasih sayangnya kepada anak-anak, namun dari sudut pandang anak tidaklah demikian. Biasanya hal ini dikarenakan ketidakcocokan bentuk kasih sayang yang ditunjukkan. Misalnya, Ibu menunjukkan kasih sayang dengan memberi segala keinginan, namun anak ternyata menganggap bentuk kasih sayang adalah dengan dibacakan buku cerita sebelum tidur atau ditemani mengerjakan PR.

Keterampilan membaca bahasa tubuh, menerima perasaan orang lain, serta kemampuan mendengar dan menunjukkan kasih sayang dalam diri kita dapat diasah dengan membiasakan diri berpikir dan merasa sebelum bicara. Saat anak memecahkan vas bunga kesukaan kita, jangan buru-buru menasehati. Sapa dulu perasaan anak, "Kakak takut dan terkejut ya?".

Dua peran dan beragam keterampilan di atas bukanlah sesuatu yang bisa diajarkan dengan lisan, tapi seperti memasak, anak perempuan kita bisa mengikuti dari melihat ibu dalam keseharian.

Miliki waktu bersama serta waktu berdua saja dengan anak perempuan kita untuk mengajarkan kepadanya berbagai hal yang perlu dikuasai perempuan dalam mengelola keluarga. Tularkan bagaimana cara mendidik anak dari bagaimana kita mendidiknya pada sesi kebersamaan tersebut.

Sudahkah Ayah Bunda memiliki nilai-nilai keluarga yang disepakati dan waktu yang cukup untuk menularkan hal-hal baik di rumah kita kepada anak-anak?

Tujuan Pengasuhan selanjutnya, akan kita bahas di artikel pekan depan. Simak terus ya 

~~~~~
Mulai hari ini (14/06/16), kami akan memposting serial artikel setiap hari Selasa. Silakan dibagikan kepada saudara, sahabat, dan orangtua dari teman anak-anak kita. Because sharing is caring.


Ditulis Pada: 16 May 2017, Pukul: 03:29:06

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sarra Risman | Saya dibesarkan dengan tujuan. Ada target, ada finish line, ada goal. Tidak sekedar menjadi ‘anak shalihah yang berguna bagi keluarga, agama, dan bangsa’, seperti doa-doa umum yang seri

Saya dibesarkan dengan tujuan. Ada target, ada finish line, ada goal. Tidak sekedar menjadi 'anak shalihah yang berguna bagi keluarga, agama, dan bangsa', seperti doa-doa umum yang sering kita katakan ketika mendengar berita kelahiran seorang bayi. Dari saya kecil, ibu saya tampaknya sudah mengikuti 'developmental milestone' yang menjelaskan bahwa anak usia segini, seharusnya sudah bisa begini. Kami dapat tugas khusus masing-masing, seperti kakak jadi tukang cuci baju, saya ahli cuci kamar mandi, dan adik sapu dan pel. Tugas tersebut berotasi sesuai usia, kebutuhan, dan (karena kami hidup nomaden) tempat tinggal. Tentunya rumah di Amerika, yang tertutup karpet dari ujung ke ujung, tidak membutuhkan sapu dan pel. Tugas juga di bagi sesuai dengan kebutuhan, jadi ketika ramadhan tiba, dan pembantu pulang, kakak bertugas menyiapkan sahur, saya dan adik merapihkan setelah sahur. Siangan dikit kakak memasak, adik mencuci, saya tukang setrika. Sampai kesepakatan rotasi berikut...

Silmy Risman | #SilmyShares:

#SilmyShares: Bersyukur itu seperti cinta. Tidak banyak makna jika cuma berbentuk kata-kata. Ia lebih nyata jika ditunjukkan lewat perilaku dan sikap kita. Saya beri contoh ya. Kalau ada pasangan A, yang suaminya bilang "I love you deh Say.." setiap hari tapi sikapnya kasar atau bahasa tubuhnya tidak hangat dan sering nyindir atau marah.. Dan pasangan B yang suaminya jarang memberikan kata-kata cinta tapi sering senyum, suka memuji dan ringan dalam membantu urusan anak atau pekerjaan di rumah.. Dalam jangka panjang, pilih mana? Nah sama dengan bersyukur. Kalau cuma menyatakan diri sebagai hamba tuhan yang bersyukur tapi setiap hari mengeluh, iri, dan ngomongin orang... Mana syukurnya? Nggak dihitung dan pastinya (apalagi bagi orang-orang sekitar) tidak terasa. Syukur itu harus sempat. Jangan hanya dalam doa setelah shalat (yang kadang itupun masih suka telat hehehe). Mulai bersyukur dari hal-hal kecil; masih punya tempat tinggal, bisa garuk kalau gatal (bayangin kalo nggak ...

Wina Risman | Memasukkan anak sekolah:

Memasukkan anak sekolah: Untuk anak atau ibu? Iya, saya paham. 10 menit keheningan terkadang sangat diperlukan seorang ibu,untuk tetap waras. Apalagi mereka yang mempunyai dua balita dibawah satu atap. Rangkaian pekerjaan yang sudah tersusun rapi di otak, detik ketika kita bangun pagi, seakan sudah menjadi otomatis tersedia. Satu menyambung dengan yang lainnya, hingga tak terasa, sudah waktunya mentari tenggelam lagi. Bahkan, setelah malampun tiba, masih ada sederet dua benda tersisa yang mesti diselesaikan, sebelum akhirnya tubuh mendapatkan haknya untuk baring dan kaki untuk selonjoran. Iya saya paham. Hanya saja, berangkat dari kepenatan harian yang sudah menahun, membuat seorang ibu seakan-akan merasa punya alasan, kenapa buah hatinya mesti segera disekolahkan. Sudah bosan di rumah Biar belajar bergaul Menstimulus berbicara Belajar sharing dan bermain bersama Anaknya sudah minta dll, dll... Sebetulnya, jika ditanya, terutama pada ibu yang menyekolahkan anaknya diusia 3th atau sebe...